Bebaskan Diri Anda

Kita tidak akan pernah menjadi pribadi yang yakin pada diri sendiri sebelum kita membangun pondasi yang solid dari kepercayaan diri.

Banyak yang mengira bahwa orang yang percaya diri itu adalah yang suka menyendiri, bersikap tidak tertarik atau tidak bersahabat terhadap orang lain. Ini adalah konsep yang benar-benar keliru.

Dengan menjadi tidak tergantung pada orang lain, orang yang percaya diri itu bisa berhubungan dengan orang lain dengan penuh rasa kasih sayang dan empati, sambil tetap mempertahankan dan menyeimbangkan rasa percaya dirinya.

Karena merasa mampu untuk berdiri dengan kakinya sendiri, dia tidak perlu memanipulasi orang lain.

Penghalang utama untuk menjadi percaya diri adalah ketentuan keliru yang mengira bahwa orang lain itu lebih pintar, lebih bijak atau lebih cerdas dibanding diri kita. Ini menyebabkan kita mencari orang lain untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraan.

Orang yang suka bergantung, harus selalu mencari keluar untuk sesuatu yang external. Dia ingin orang-orang, situasi, kondisi, atau Tuhan melakukan apa yang seharusnya dia lakukan sendiri untuk dirinya.

Itu menyebabkan dia jadi bersikap suka mengandalkan, memanipulasi, mencocokkan, membandingkan diri, dan bersaing dengan orang lain.

Pada tips kali ini, kita akan mempelajari bagaimana kebiasaan destruktif ini bertindak sebagai penghalang untuk membangun kepribadian yang yakin pada diri sendiri. Tapi sebelumnya, berikut ini sedikit penjelasan mengenai kepercayaan diri.

Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri itu bukan sekedar percaya bahwa anda bisa mengatasi berbagai hal dan menjadi sukses, melainkan lebih dari itu. Kepercayaan diri itu adalah memiliki keberanian untuk mendengarkan kata hati dalam mencari petunjuk mengenai kesuksesan yang benar-benar anda inginkan.

Itu berarti bahwa anda mengambil petunjuk dari dalam diri anda sendiri dan bukan dengan cara mendengarkan sesuatu atau seseorang yang berada diluar diri anda, untuk mendapatkan ide mengenai apa yang seharusnya anda lakukan atau miliki.

Saat kita mulai belajar untuk membaca "tanda-tanda" dengan benar dan mengikuti intuisi atau kata hati, kita bisa mulai mempercayai diri sendiri dan tidak sekedar ikut-ikutan orang lain.

Mengenali dan Menghentikan Kebiasaan Ketergantungan

Ketergantungan adalah perbudakan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama. Dan itu merugikan kedua belah pihak, baik pihak yang tergantung maupun pihak yang diandalkan.

Agar hubungan yang saling mengeksploitasi seperti itu bisa terjalin, kedua belah pihak harus sama-sama memiliki kekurangan dalam kepercayaan diri.

Aspek yang paling tidak menguntungkan dari ketergantungan adalah saat anda mengira anda tergantung pada orang lain, berarti anda benar. Anda jadi lalai untuk mengembangkan kepercayaan diri yang diperlukan, dan lalai menyelesaikan masalah anda sendiri.

Ciri yang pasti dari ketergantungan adalah saat anda terbiasa untuk memandang orang lain sebagai superior. Begitu anda mulai membandingkan diri sendiri dengan orang lain, saat itulah anda menempatkan diri sendiri ke dalam perbudakan secara psychologis.

Kebiasaan untuk bergantung dan mengandalkan orang lain itu begitu melekat pada orang-orang tertentu, sehingga mereka memberikan semua otoritas personalnya untuk menyenangkan orang lain, philosophy atau agamanya.

Mereka merasa bahwa dirinya akan menjadi aman jika telah menemukan seseorang, organisasi, atau agama yang bisa dipegangnya dengan ketaatan buta. Mereka membiarkan orang, organisasi, atau agama ini, untuk bertanggung jawab atas kebahagiaannya.

Dan tentu saja, itu termasuk kemewahan dari memiliki seseorang atau sesuatu yang bisa disalahkan setiap kali mereka mengalami kegagalan.

Orang yang suka bergantung, mengandalkan, adalah berada dalam belas kasihan dari orang-orang disekitarnya. Dia percaya bahwa orang lain itu lebih pintar darinya, dan selalu mencari orang lain untuk diandalkan saat sebuah masalah baru menghadangnya.

Sebagai bawahan dan yang diandalkannya, petunjuk-petunjuk mereka menjadi perintah yang dia anggap harus dipatuhi. Dan seringkali ada lebih dari satu "penasehat" sehingga dia selalu berada dalam kondisi kebingungan saat mencoba untuk memutuskan nasehat siapa yang harus diikuti.

Nasehat itu ada dimana-mana. Sebagian besar gratis dan tidak berharga. Anda biasanya punya belasan atau lebih "penasehat gratis" yang dengan senang hati akan memberikan opininya pada anda, secara cuma-cuma.

Namun karena orang lain itu umumnya cuma asyik dengan masalahnya sendiri, dan tidak tahu apa yang benar-benar "seharusnya," "sebaiknya" atau "semestinya " anda lakukan, maka anda pasti akan mendapat nasehat yang keliru.

Betul, menerima petunjuk dari seseorang yang tidak kompeten itu sama dengan meminta tukang ledeng memperbaiki gigi anda.

Sebagian besar orang tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Jadi, bagaimana mungkin mereka bisa menasehati anda untuk melakukan apa yang tidak mampu mereka lakukan untuk dirinya sendiri?

Untuk mengatasi ketergantungan itu tidaklah mudah. Sejak kecil kita telah dikondisikan untuk mencari orang lain dalam mendapatkan kesejahteraan, bimbingan dan kebijaksanaan.

Akan tetapi, meski ketergantungan itu berperan dalam pendewasaan dan pendidikan kita, itu tidak pernah dimaksudkan untuk melenyapkan identitas seseorang.

Masing-masing kita terlahir dengan membawa kemampuan untuk menyelesaikan setiap kesulitan yang kita alami. Baca kalimat berikut ini dan ingat baik-baik:

Tidak ada Orang yang Bisa Mengecewakan Anda Jika Anda Tidak Bergantung Padanya

Tidak ada orang yang bisa menyakiti perasaan anda, membuat anda bahagia, kesepian, atau kecewa, jika anda tidak bergantung pada mereka untuk memberikan anda kesejahteraan, inspirasi, cinta, atau motivasi.

Orang yang percaya diri itu tidak perlu mencari tuan sebagai tempat untuk bergantung.

Dia mampu menghadapi setiap tantangan hidup dengan keyakinan dan kekuatan diri, dengan cara melihat setiap situasi dalam cahaya realitas.

Dia melihat berbagai hal seperti apa adanya, tidak seperti apa yang dia inginkan, dan menolak untuk membiarkan hidupnya didominasi oleh penolakan terhadap realitas.

Begitu anda telah mengembangkan kepercayaan diri, anda tidak perlu lagi menunda, menghindar atau berlari dari apa yang anda hadapi, karena anda telah memiliki keyakinan diri untuk menghadapi setiap situasi kehidupan dengan kepastian diri dan ketenangan.

Anda terbebas dari kekhawatiran karena anda tahu bahwa anda sepenuhnya berada dalam kendali. Anda tidak terpisah dari sumber Kekuatan diri anda sendiri.

Anda tidak perlu mendapatkan kembali dosis inspirasi dan stimulasi dari orang lain untuk melakukan apa yang seharusnya anda lakukan.

Sehingga anda akan menjalani hidup dengan kesadaran penuh bahwa kekuatan internal di dalam diri anda itu sebenarnya jauh lebih besar dibanding masalah apapun yang sedang dihadapi.

Mengatasi Kebutuhan untuk Memanipulasi

Sebagai anak-anak, anda tidak tahu atau peduli mengenai apa yang terjadi pada dunia disekitar anda. Yang anda perdulikan hanyalah mengenai kesenangan anda sendiri.

Ketidak-berdayaan membuat anda menjadi tergantung pada apa yang orang lain berikan dan lakukan untuk anda. Kebahagiaan terbesar anda adalah mendapatkan makanan, perlindungan, dan kasih sayang. Perhatian utama anda adalah untuk mendapatkan perhatian sebanyak mungkin.

Anda segera menyadari bahwa, jika anda mulai menangis, maka anda bisa membangunkan orang dewasa untuk memberikan apa yang anda butuhkan. Bahkan jika anda sekedar merasa bosan, anda bisa mulai menangis dan seseorang biasanya akan muncul untuk menenangkan anda.

Tersenyum, juga sangat efektif. Jadi, anda segera belajar untuk tersenyum saat anda digendong dan menangis saat diletakkan.

Latihan sederhana dalam memanipulasi ini menjadi bagian dari sisa hidup anda. Seluruh masa kecil anda dihabiskan untuk mengembangkan kemampuan agar bisa memberikan kesan yang baik pada orang lain dan mempengaruhi mereka supaya mau memberikan perhatiannya pada anda.

Itu artinya, pada titik awal dari kehidupan anda, anda sudah memprogram diri  untuk bergantung pada persetujuan orang lain, dan merasa ditolak saat orang lain tidak setuju.

Sebagai anak-anak, tingkah laku seperti ini bisa dimaklumi, namun, sebagai orang dewasa tingkah laku tersebut merusak diri sendiri.

Jika anda tetap mencoba untuk memanipulasi orang lain agar mau melakukan apa yang sebenarnya mampu anda lakukan sendiri, itu berarti anda belum dapat digolongkan sebagai orang yang dewasa secara emosional.

Kebiasaan yang berkembang dalam budaya kita adalah untuk melakukan semakin banyak dan semakin banyak lagi bagi anak-anak, dan semakin mengurangi harapan-harapan orang tua terhadap mereka.

Kesalahan para orang tua ini adalah, tanpa disadari mereka telah menipu keturunannya dengan cara membiarkan anak-anaknya untuk menjadi tergantung akan berbagai hal yang seharusnya bisa mereka lakukan sendiri untuk dirinya.

Dengan menghabiskan 18 tahun umurnya untuk belajar dan bergantung pada orang lain, anak-anak terjebak dalam peran sebagai tahanan dengan hak istimewa jika berkelakuan baik.

Yang menarik untuk dicatat bahwa ini adalah sebuah phenomena manusia. Sedangkan pada hewan, tidak lama setelah dilahirkan, semua spesies hewan mendorong anak-anaknya untuk memasuki dunia dimana mereka bisa segera belajar mandiri.

Anugrah terbesar yang bisa diberikan oleh orang tua manapun pada anak-anaknya adalah membantu mereka untuk menjadi yakin pada diri sendiri dengan membuat mereka menjadi percaya diri. Anak-anak seharusnya diberikan tangung jawab sebanyak yang bisa mereka atasi seiring bertambahnya usia mereka.

Hanya melalui kebebasan mereka bisa mulai belajar mengenai berbagai nikmat dan keistimewaan serta kemuliaan dari seorang manusia yang berdikari.

Adalah kewajiban dasar dari orang tua untuk membantu anak-anaknya dalam membuat masa transisi yang mulus dari ketergantungan menjadi percaya diri.

Anak-anak seharus diperbolehkan untuk membuat dan belajar dari kesalahannya. Sebab jika tidak, jangan heran jika kelak, saat mereka harus melakukannya sendiri, mereka akan mengatakan, "Aku tidak bisa!"

Kecuali jika mereka yakin dengan hasilnya, mereka akan menolak untuk mencoba apapun karena orang tua yang over-protective harus selalu melindunginya.

Setiap kali anda melakukan sesuatu yang mampu dilakukan oleh orang itu sendiri untuk dirinya, berarti secara harfiah anda telah mencuri dari orang tersebut.

Semakin anda peduli dengan seseorang, anda harus semakin berhati-hati agar tidak mengurangi kesempatannya untuk berpikir dan melakukannya sendiri, apapun konsekuensinya, baik secara fisik maupun emosional.

Ini bukan cuma berlaku dalam hubungan antara orang tua dengan anak-anak, tapi juga dalam hubungan suami-istri, keluarga dan lingkungan sosial. Kita tidak bisa menjalani hidup dari kehidupan orang lain, atau memikul beban mereka, tidak peduli betapapun sayangnya kita pada mereka.

Tali kekang seharusnya diputus saat anak-anak mulai memasuki usia remaja. Saya percaya bahwa mereka sebaiknya diharuskan untuk mencari tempat tinggal sendiri setelah menginjak usia 18 tahun keatas, atau setelah menyelesaikan sekolah menengah atas.

Banyak orang tua yang akan menentang ide ini dengan apa yang menurut mereka menjadi alasan logis. Namun fakta tetap menunjukkan bahwa tidak ada yang lebih bisa membangun kepercayaan diri pada orang yang mulai menginjak dewasa selain keharusan untuk hidup sendirian.

Kita mendengar berbagai alasan misalnya - "Kami ingin membantu mereka sampai selesai sekolah." "Itu akan membantu mereka secara finansial untuk tetap tinggal serumah." "Itu nanti setelah mereka mampu." "Mereka tidak mungkin mampu untuk menyewa rumah sendiri sambil bersekolah." - dan seterusnya.

Dipermukaan, itu mungkin tampak seperti orang tua yang melakukan untuk anak-anaknya, namun biasanya motivasinya adalah untuk memuaskan kebutuhan mereka sendiri.

Para orang tua yang menerima dan menerapkan sikap seperti ini hanya menunda dan mempersulit hari terakhir dari pengambilan keputusan saat anak-anak mereka harus mengahadapi dunianya sendiri.

Melalui penyalahgunaan kasih sayang orang tua, mereka telah mendorong keturunannya untuk terus bergantung, bersandar, dan berharap menerima bantuan dan support dari orang lain seolah-olah mereka masih kanak-kanak.

Sekarang, mari kita luruskan sudut pandang kita disini. Kami tidak mengatakan bahwa anda seharusnya tidak membantu atau memberi pada anak, pasangan, atau keluarga anda.

Yang kami maksudkan adalah bahwa anda harus membiarkan mereka merasa bebas untuk melakukan apa yang mereka rasa harus dilakukan agar bisa berkembang dan dewasa. Bantu mereka dengan cara memberikan cinta, dorongan, dan pengakuan atas pencapaiannya. Ini adalah elemen-elemen vital dari perkembangan yang tidak bisa mereka supply untuk dirinya sendiri.

Bahkan bantuan finansial sekalipun seharusnya dipertimbangkan dengan hati-hati. Tidak ada yang salah dengan keinginan untuk membantu anak-anak secara finansial. Namun bantuan finansial seharusnya ditawarkan dengan sebuah ketetapan untuk batas waktu pengembalian.

Orang yang belum mengembangkan kepercayaan diri tidak punya pilihan selain menggunakan manipulasi untuk mendapatkan keinginannya. Jika anda tidak percaya diri, anda harus bergantung pada kemampuan anda untuk mempengaruhi orang lain agar melayani dan memenuhi kebutuhan anda.

Jika anda menggunakan orang lain sebagai kendaraan untuk menjalani hidup, maka anda tidak mungkin bisa pergi lebih cepat atau lebih jauh dibanding yang bisa anda yakinkan pada mereka untuk membawa anda.

Jika anda orang tua, selalu berhati-hatilah terhadap setiap aksi yang akan menyebabkan anak-anak anda tetap berada dalam perbudakan, sebab, dia sendiri yang akan menanggung akibatnya dikemudian hari.

Keputusan Fatal dari Penyesuaian

Kita umumnya beranjak dewasa tanpa pernah harus membuat keputusan-keputusan penting. Orang-orang dewasa seringkali mengambil tanggung jawab ini dan melakukannya untuk untuk kita. 

Jika kita mencoba untuk membuat keputusan atau pernyataan dan opini, itu tidak akan pernah diperhitungkan. Orang tua kita adalah pengambil keputusan final. Kita hanya bisa setuju atau mencoba berbicara pada mereka mengenai apa yang mereka ingin kita lakukan.

Saat beranjak remaja, akan tampak jelas bahwa kita harus segera terbiasa memutuskan sendiri apa yang terbaik untuk kita.

Itu bisa menjadi sebuah pengalaman yang sangat menakutkan, karena remaja umumnya memasuki dunia kedewasaannya dengan persiapan yang sangat minim, dibanding apa yang akan dihadapinya.

Sistem pelatihan dirumah dan pendidikan kita umumnya mengabaikan bagian penting dan vital dari perkembangan kita ini.

Ini adalah tahap dari kehidupan kita dimana kita membuat keputusan fatal untuk menyesuaikan diri. Sebagai anak-anak, kita dilatih untuk taat atau mendapat hukuman.

Jadi tidak heran saat memasuki dunia kedewasaan, kita umumnya memilih untuk terus menggunakan persesuaian sebagai metode termudah dan terbaik dalam menjalani kehidupan.

Kita memilih untuk tidak mengguncangkan kapal karena kebutuhan kita akan persetujuan biasanya jauh lebih kuat dibanding hasrat kita untuk melakukan apa yang benar-benar kita inginkan.

Persesuaian adalah salah satu kejahatan psychologis terbesar dari umat manusia. Orang yang terjebak dalam kebiasaan yang merusak ini jarang mencapai target-targetnya. Dia ingin menjadi orang yang hebat, berdikari, dan melakukan hal-hal penting.

Tapi dia tidak bisa. Motivasi utamanya untuk selalu mencari persetujuan telah menghambatnya.

Orang yang konformis itu selalu haus akan persetujuan. Dia tidak akan pernah merasa puas. Dia akan lari dari satu orang ke orang berikutnya untuk mencari pujian dan pengesahan atas tindakan dan aksi-aksinya.

Sebagai anak-anak, dia akan berpaling pada orang tua dan guru-gurunya; saat mulai bekerja, pada boss dan rekan kerjanya; dalam perkawinan, dia berpaling pada pasangannya.

Dia harus selalu memiliki seseorang disekitar untuk menepuk pundaknya dan mengatakan dia telah melakukan pekerjaan yang baik. Ini akan mengungkit rasa percaya dirinya yang rendah.

Dengan terus menerus mencari persetujuan, dia lari dari tanggung jawab untuk menciptakan kesuksesan dan kebahagiaannya sendiri dan menjadi idependent secara total untuk kesejahteraannya.

Memang benar, dia adalah budak mereka secara psychologis; seseorang yang tidak bisa lagi berimajinasi akan seperti apa jika menjalani hidup sebagai orang yang percaya diri.

Masih ingat dengan apa yang kami katakan sebelumnya? Yaitu, lawan dari pemberani itu bukanlah penakut, melainkan penyesuaian.

Kita seharusnya tidak boleh memberikan pada orang lain kekuatan untuk membangun atau menghancurkan kehidupan kita, atau mendominasi inisiatif kita.

Bagaimana Pembandingan Memupuk Ketakutan

Pembandingan adalah sebuah tanda dari rasa percaya diri yang kurang. Orang yang membandingkan dirinya dengan kehidupan orang lain, berada dalam kondisi ketakutan.

Dia takut pada orang yang diimajinasikan berada diatasnya tersebut. Karena percaya mereka superior, dia merasa tidak akan pernah mampu mencapai level kemampuan mereka.

Dia takut pada mereka yang diimajinasikan berada dibawahnya karena sepertinya mulai mengejar. Jika bekerja pada sebuah perusahaan besar, dia selalu melihat sekeliling untuk memperkirakan siapa yang akan menjadi ancaman berikutnya.

Saat berkembang semakin tinggi, semakin besar pula ketakutan akan kejatuhannya. Dia berkesimpulan bahwa, satu-satunya cara untuk menjalani hidup, adalah dengan mengalahkan orang lain dalam permainan mereka sendiri.

Tapi, karena perhatian utamanya adalah "satu tingkat" diatas orang yang berada dalam tangga imajinasinya, maka kehidupan akan kehilangan kenikmatannya.

Kompetisi – Pembunuh Kreativitas

Semua bentuk kompetisi itu bermusuhan. Dipermukaan, mereka sepertinya tampak bersahabat, namun motivasi utamanya adalah untuk melakukan atau menjadi "lebih baik" dibanding orang berikutnya.

Akan tetapi, karena anda diciptakan dibumi ini untuk membuat dan bukan untuk berkompetisi, maka, jika kompetisi digunakan sebagai motivasi dasar anda untuk melakukan apapun, itu akan selalu berkonspirasi melawan dan mengalahkan anda.

Yang kami maksud yaitu bahwa tujuan hidup itu adalah untuk menjadi, bukan untuk bersaing. Seperti kata orang bijak, "Aku untuk diriku, bukan melawan siapapun!"

Meski dunia mungkin sepertinya tampak sebagai tempat untuk bersaing, namun itu hanya untuk mereka yang merasa perlu bersaing. Orang umumnya akan menolak ide ini, karena sejak kecil mereka dilatih untuk selalu bersaing.

Jika anda bertanya apakah menurut mereka kompetisi itu menyehatkan, dengan penuh antusias mereka akan menjawab bahwa kompetisi itu bukan cuma menyehatkan, tapi juga sangat perlu.

Mereka merasa bahwa kompetisi itu memberikan makna, tujuan dan arah bagi kehidupannya; bahwa seseorang itu perlu diberi hadiah karena melakukan sebuah "pekerjaan yang bagus." Mereka tidak pernah menyadari bahwa hadiah itu sebenarnya berada dalam melakukan, bukan pada hasil akhir.

Kita bersaing dengan orang lain hanya saat kita merasa tidak yakin pada diri dan kemampuan kita sendiri. Kompetisi hanyalah imitasi. Itu berasal dari kebutuhan masa kecil kita yang merasa perlu meniru orang lain.

Orang yang kompetitif merasa bahwa orang lain itu lebih baik dibanding dirinya, lalu menetapkan diri untuk membuktikan sebaliknya. Dia kesulitan untuk mengalahkan mereka yang dianggapnya superior.

Akibatnya, dia selalu membandingkan diri dengan orang-orang disekitarnya. Orang yang kompetitif selalu memerlukan seseorang untuk memvalidasi seberapa baik yang dia lakukan.

Sementara itu, orang yang percaya diri, merasa tidak perlu berkompetisi. Dia merasa tidak perlu untuk melihat dan mengetahui apa yang orang lain lakukan, atau menjadi "lebih baik" dibanding orang berikutnya.

Dengan mengakui kemampuan atas apa adanya diri mereka, dia maju untuk kesempurnaan kehidupannya sendiri. Dia hanya berkompetisi dengan dirinya sendiri; untuk mencapai pengembangan dan kesempurnaan diri yang lebih besar dalam apa yang ingin dia capai.

Pengakuan V.S. Pujian

Pujian

Oh, betapa kita sangat menikmati pujian! Orang umumnya akan melakukan apapun agar bisa mendengarnya. Mereka akan memberikan uangnya, bekerja keras, dan mengorbankan fisik serta mentalnya, demi mendapatkan satu kata dari persetujuan.

Sama seperti pecandu yang memerlukan narkotik, mereka akan melakukan apapun agar bisa "melayang." Saat mereka berlari dari satu pujian "paksaan" ke pujian berikutnya, mereka terjebak dalam sebuah kecanduan akan persetujuan.

Semakin kecanduan mereka, semakin mereka mengabdikan kehidupannya untuk arahan orang lain.

Dengan mencari pujian, secara tidak langsung menyatakan bahwa anda harus terus menerus membuktikan diri anda berharga. Setiap kali anda melakukan kesalahan atau melakukan sesuatu yang anda rasa tidak memenuhi standard orang lain, maka anda akan merasa "lebih rendah" dibanding orang lain.

Kemudian anda merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri karena tidak melakukan apa yang anda anggap "seharusnya" anda lakukan. Anda terus menerus bertanya pada diri sendiri, "Apakah yang aku lakukan sudah cukup baik?"

Tapi orang yang menjalani hidup dengan mencoba untuk melakukan yang "cukup baik" akan mengembangkan dorongan kebutuhan untuk menjadi atau melakukan "yang lebih baik dibanding" orang lain.

Jadi, satu penyakit akan menumpuk diatas penyakit lainnya. Tidak peduli betapapun kerasnya anda mencoba untuk menjadi lebih baik dibanding seseorang dalam bidang apapun, anda tidak akan pernah merasa cukup karena akan selalu ada orang yang, dimata anda, telah mengalahkan anda.

Mereka akan memiliki uang yang lebih banyak, rumah yang lebih besar, gengsi yang lebih tinggi, fisik yang lebih baik, dan seterusnya. Ini adalah sebuah permainan yang tidak akan pernah bisa anda menangkan.

Apa yang membuat pujian begitu memabukkan sehingga kita bertingkah seperti ngengat disekitar lilin?

Itu adalah akibat ketergantungan kita dimasa kecil dimana begitu banyak kebutuhan akan persetujuan orang tua. Pujian dan menyalahkan yang tujuannya untuk mengontrol. Jika kita patuh dan tunduk, kita dihadiahi. Jika menolak, kita dihukum.

Begitu dalam sistem hadiah dan hukuman ini tertanam di dalam pikiran bawah sadar dan system syaraf pusat kita, sehingga secara otomatis kita merespon pada setiap jenis pujian atau makian.

Sama seperti kita yang telah menghabiskan masa kecil dan remaja untuk menyenangkan orang tua, begitu juga, sebagai orang dewasa, kita banyak menghabiskan umur untuk mencoba menyenangkan orang lain.

Kekuatan yang paling merusak dari pujian adalah terletak pada kemampuannya untuk membuat anda identik dengan aksi-aksi anda. Pujian mengatakan, sebagai akibatnya, bahwa anda "baik" karena tingkah laku anda "baik" dan "jahat" jika anda membuat kesalahan atau berbuat "jahat."

Setiap kali anda tidak memenuhi standard orang yang memuji anda, maka anda percaya bahwa anda telah mengecewakannya lalu merasa bersalah. Akibatnya, orang yang memuji anda bisa mendikte anda sehingga mereka berada dalam posisi untuk mengontrol sebagian besar dari kehidupan anda.

Selama anda melayani keinginannya, mereka akan memenuhi kebutuhan anda, namun saat mereka ingin mendapat lebih dari yang mau atau mampu anda berikan, mereka akan menahan pujian yang anda cari dan memotivasi anda untuk merasa bersalah.

Mereka tahu bahwa jika mereka bisa membuat anda merasa bersalah, hampir bisa dipastikan bahwa anda akan melakukan apa saja untuk mendapat persetujuan mereka.

Jika benar-benar ingin bebas dan percaya diri, anda harus melepaskan diri dari jebakan mencari pujian. Untuk menghentikan kebiasaan yang merusak ini anda harus berhenti menempatkan orang lain diatas diri anda.

Jangan pernah memandang orang lain lebih tinggi dari anda untuk alasan apapun. Jika anda berhenti menempatkan orang lain lebih tinggi, maka anda akan menghentikan kebiasaan anda untuk mencari persetujuan mereka dan tidak lagi tergoda dengan pujian atau terintimidasi oleh makian mereka.

Pengakuan

Ada sebuah dunia dimana terdapat perbedaan antara pujian dan pengakuan. Pengakuan, seperti yang seharusnya kita gunakan disini, adalah sebuah pengamatan yang berdasarkan fakta-fakta.

Pengakuan bukanlah pujian atau penilaian. Sesuai dengan namanya, pengakuan bahwa seseorang telah melakukan yang terbaik yang dia bisa menurut tingkat kesadarannya saat itu.

Perbedaan utama antara pujian dan pengakuan yaitu bahwa pujian itu adalah sebuah penilaian. Jika anda mengatakan pada seseorang bahwa dia adalah "orang baik" karena melakukan sesuatu untuk anda, berarti anda juga mengatakan bahwa dia "bukan orang baik" jika dia tidak memenuhi keinginan anda.

Sebagai contoh, jika anak anda membawakan anda bunga, maka tidak seharusnya anda mengatakan, "Kamu anak yang baik kerena membawakan ibu bunga." Jika anda melakukan itu, maka secara tidak langsung anda menyatakan bahwa, jika dia tidak membawakan anda bunga, dia adalah seorang anak yang "tidak baik."

Sebaiknya katakan, "Terima kasih atas bunganya. Ibu sangat menghargainya." Dengan cara ini anda memberikan pengakuan pada anak tersebut atas aksinya tanpa menempatkan penilaian pada dirinya sebagai seseorang.

Orang dewasa, orang-orang muda, dan terutama anak-anak, memberikan respon yang lebih positif terhadap pengakuan dibanding kata-kata pujian. Mereka merasa perlu untuk tahu bahwa dirinya memiliki tempat spesial dalam kehidupan orang disekitarnya.

Mereka ingin diperlakukan sebagai seseorang, bukan objek; untuk diterima seperti apa adanya diri mereka, bukan seperti yang orang lain inginkan. Jika mereka diakui atas apa yang mereka lakukan menurut kemampuannya, mereka akan merasa bahwa mereka telah diakui sebagai seseorang dan tidak dievaluasi menurut aksi-aksinya.

Mereka akan merasa bahwa mereka unik dan berharga tanpa memperdulikan apakah mereka sesuai atau tidak sesuai dengan standard orang lain.

Perbedaan antara pujian dan pengakuan itu mungkin halus, namun sangat penting dalam pengembangan rasa percaya diri. Jika seseorang tidak diberikan pengakuan yang dibutuhkannya untuk merasa diterima sebagai individu yang unik, mereka akan beralih untuk mencari pujian dan menjadi tawanannya.

Bebaskan Diri Anda dari Orang Lain

Kita sudah melihat betapa mahal harga yang harus kita bayar untuk mendapat kebebasan, dan bagaimana seluruh usaha harus difokuskan untuk mencoba melepaskan ikatan-ikatan yang saling membelenggu kita satu sama lain.

Kita enggan untuk kehilangan persetujuan dari keluarga, teman, rekan kerja, dan kerabat dengan melakukan apa yang kita rasa dan tahu harus kita lakukan. Sehingga kita melewatkan peluang demi peluang, takut untuk membayar harga dari emansipasi.

Kita bisa membebaskan diri kapanpun kita mau. Jadi, masalahnya bukan terletak pada orang lain, melainkan pada diri kita sendiri.

Tanggung jawab utama anda adalah kesejahteraan diri anda, baik secara fisik maupun emosional. Dengan tidak membebaskan diri, anda berkontribusi terhadap situasi dari ketergantungan yang saling merugikan, dimana kedua belah pihak sama-sama terpenjara.

Faktanya adalah bahwa, untuk jangka panjang, mereka akan melupakan sakit hati atau kekecewaan mereka, dan yang lebih penting lagi, jika anda lebih dulu memenuhi kebutuhan anda sendiri, mereka akan memberikan rasa hormat yang baru pada anda.

Tidak ada yang bisa menghentikan anda untuk mencapai keyakinan diri secara total, jika anda benar-benar mengingingkannya.

Namun, sebelum anda membebaskan diri dari ketentuan-ketentuan keliru bahwa ketergantungan, manipulasi, penyesuaian, pembandingan dan kompetisi itu penting untuk kesejahteraan anda, maka anda tidak akan mampu untuk menciptakan kehidupan yang anda inginkan.

Hanya saat anda memutuskan bahwa anda akan melakukan apapun yang mungkin bisa anda lakukan untuk membebaskan diri secara fisik, mental, emosional, dan spiritual, anda akan mampu untuk menjadi orang yang percaya diri, seperti yang anda cita-citakan.

Pertanyaannya tetap, pilih mana, perbudakan atau kebebasan?

Pilihannya terserah anda!