Kembangkan Karakter

Rasa percaya diri itu sama seperti kebahagiaan, yang digali dari dalam diri, dan manfaatnya di dapat dari proses peningkatan yang konsisten dan usaha yang konstruktif.

Adalah sebuah kepercayaan umum bahwa kita terlahir dengan sebuah hasrat untuk maju, tumbuh dan berkembang ke arah potensi kita, dan bahwa kita merasa lebih baik mengenai diri sendiri saat kita melakukannya.

Pada bagian kali ini, kita akan menelusuri jalan untuk memperkaya batin, sebuah tema yang umum dalam berbagai budaya dan tradisi spiritual.

Membentuk Karakter

Karakter itu adalah moralitas seseorang, atau kekuatan batin. Tidak ada yang rumit atau eksklusif mengenai moralitas hidup; itu bukanlah wewenang dari kelompok khsusus manapun.

Tingkah laku yang bermoral itu hanyalah tingkah laku yang baik, pantas, dan dalam ketertarikan yang terbaik kepada diri sendiri dan orang lain. Orang yang memiliki karakter berjuang untuk tetap mempetahankan standard mereka sendiri meski menghadapi berbagai tekanan.

Moralitas melibatkan keharusan untuk menghindari apa yang salah dan melakukan apa yang benar demi diri sendiri, bahkan saat kita diperlakukan secara tidak adil.

Moralitas itu tidak bisa dipaksakan, melainkan harus bisa dipilih secara bebas. Berikut ini kesimpulan mengenai apa yang kita tahu tentang karakter:

  • Orang-orang saat ini kurang perhatian mengenai hidup secara etika dibanding orang-orang yang hidup satu dekade lalu. Studi menunjukkan bahwa banyak orang saat ini yang menganggap berbohong dan curang dalam pekerjaan itu adalah normal.
  • Penyesalan moral bisa mempengaruhi kesehatan mental kita secara negatif. Yaitu, kualitas dari pengalaman batin kita berubah saat kita mengkhianati nilai-nilai yang penting bagi diri kita.
  • Berkomitmen untuk hidup menurut etika itu meningkatkan rasa percaya diri dan sifat-sifat yang berhubungan, misalnya hati yang damai, menghormati diri, yakin pada diri sendiri, merasa puas dengan kehidupan, kebanggan dan martabat yang utuh.
  • Orang-orang yang berbudi luhur itu lebih jarang merasa takut, menjadi takut terhadap kutukan dari orang lain dan dari diri sendiri. Mereka sepertinya lebih dihargai oleh orang lain, terutama jika mereka tidak suka menghakimi orang lain.

Dalam kedamaian hati yang berasal dari menjadi orang yang berbudi luhur, kita bisa melihat refleksi dari pikiran bijak kita sendiri.

  • Carl Jung menyatakan bahwa tidak akan ada moralitas tanpa kebebasan. Kita mungkin membalik pernyataan ini dan mengatakan bahwa tanpa moralitas maka hanya akan ada sedikit kebebasan batin. Yaitu, tanpa moralitas, kita cenderung menjadi terikat dengan agresi, ego, keserakahan atau hawa nafsu.
  • Akar dari moralitas itu adalah cinta dan hasrat untuk hidup harmonis dengan diri sendiri dan orang lain. Mencintai diri sendiri, kepedulian terhadap orang lain, dan hasrat untuk membuat dunia menjadi lebih baik, akan mengarah pada tingkah laku yang bermoral.

Seperti yang diajarkan Budha, kita tidak akan melukai orang lain jika kita benar-benar mencintai diri sendiri, karena dengan membahayakan orang lain akan merusak kedamaian kita sendiri.

Seseorang bisa mencapai targetnya tanpa harus menginjak orang lain, atau lebih baik lagi jika kita mencoba mengangkat orang lain saat kita berusaha mendaki.

  • Karakter itu mengharuskan penerapan yang konsisten. Seperti kata Chambers, kita tidak bisa meliburkan moral dan masih tetap bermoral.

Dean John Burt (pakar komunikasi personal) menyatakan bahwa rasa percaya diri itu mengharuskan persetujuan diri secara etika. Adalah hal yang sulit untuk setuju dengan diri sendiri jika kita melukai diri sendiri atau orang lain.

Jadi, arah yang bijak itu adalah dengan tidak menyaikiti lalu mencari kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain. Selain itu, berbuat netral itu meningkatkan resiko untuk melabeli diri sebagai orang yang tidak berarti, jadi kebijaksanaan itu juga adalah dengan berusaha mencari kebaikan secara aktif.

Renungan-renungan

Kita mungkin ingin mempertimbangkan renungan-renungan berikut ini, yang diambil dari berbagai budaya:

“Kebahagiaan tidak terdapat di masa lalu dan kesenangan, melainkan di dalam aktivitas yang mulia.” (Aristotle)

“Tidak ada yang bisa memberikan kedamaian pada anda selain diri sendiri. Tidak ada yang bisa memberikan anda kedamaian selain prinsip-prinsip kejayaan.” (Ralph Waldo Emerson)

“Semua makhluk Tuhan adalah keluarganya; dan Dia adalah Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang pada makhluknya.” (Muhammad)

“Karakter tidak bisa dikembangkan dalam kesenangan dan ketenangan. Hanya melalui pengalaman mencoba dan menderita sebuah jiwa bisa menjadi kuat, terinspirasi ambisi dan mencapai kesuksesan.” (Helen Keller)

“Emas dan perak itu bukan satu-satunya mata uang; kebajikan juga berlaku diseluruh dunia.” (Euripides)

“Martabat manusia... bisa dicapai hanya dalam ladang etika, dan pencapaian yang etis itu diukur oleh tingkat aksi kita yang diarahkan oleh kasih sayang dan cinta, bukan keserakahan dan sikap agresif.” (Arnold J. Toynbee)

“Karakter adalah power.” (Booker T. Washington)

“Selama aku mendengarkan kata hati ku, aku merasa damai.” (Tim Blanchette)

Anda juga mungkin ingin memikirkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini yang diajurkan oleh Thomas G. Plante:

  • Apakah anda akan mempercayai sebuah bisnis yang menipu atau membohongi anda?
  • Apakah anda mengatakan "kebohongan-kebohongan putih kecil?”
  • Akankah seseorang mempercayai anda jika anda tertangkap basah sedang berbohong?
  • Kapan anda merasa perlu mengkompromikan integritas anda dengan cara berbohong?
  • Apakah anda lebih mempercayai diri saat anda melakukan hal yang benar?
  • Akankah anda akan lebih merasakan kepuasan batin jika anda jujur secara konsisten dan lebih sering melakukan hal-hal yang benar?

Latihan: Invenstarisasi Karakter Baik

Kebajikan-kebajikan umum itu pasti dihargai di hampir semua kelompok masyarakat dan kebudayaan.

Pengembangan moral itu tidak mengharuskan pembebanan nilai-nilai dari orang lain, melainkan bersungguh-sungguh pada nilai-nilai yang kita harapkan untuk diri sendiri karena nilai-nilai itu berada dalam ketertarikan terbaik dari diri kita sendiri dan orang lain.

Dibawah ini adalah sebuah daftar dari kekuatan karakter yang umumnya berharga. Lengkapilah latihan ini dengan jujur dan tanpa menghakimi atau mengutuk diri sendiri.

  1. Rating ketingkat dimana anda menunjukka setiap kekuatan karakter berikut ini dari 0 sampai 10, dimana 0 berarti anda sama sekali tidak pernah menunjukkan kekuatan tersebut, dan 10 berarti bahwa anda menunjukkan kekuatan tersebut semaksimal yang anda bisa.

____ Tulus, apa adanya
____ Jujur
____ Menghargai diri sendiri
____ Menghargai orang lain
____ Adil
____ Toleransi, menerima perbedaan
____ Sopan santun
____ Melayani, mementingkan orang lain, murah hati, mengangkat orang lain
____ Terhormat, berintegritas
____ Tepat waktu (tidak membuat orang terus menunggu)
____ Setia
____ Kemampuan untuk mempertahankan keyakinan diri
____ Bertanggung jawab, bisa diandalkan, terpercaya
____ Berani
____ Sederhana (menghindari hal-hal yang berlebihan)
____ Peduli pada lingkungan (mendaur ulang, menghemat energi, dan lain-lain)
____ Peduli, baik hati, perhatian, penuh pertimbangan
____ Rendah hati
____ Kesusilaan (menghormati pasangan, tidak mengekploitasi atau memanipulasi pasangan)
____ Bijaksana
____ Tidak suka menyakiti (secara lisan maupun fisik)

  1. Lingkari setiap kekuatan yang ingin anda kembangkan lebih lanjut.
  1. Pilih dua atau tiga dari kekuatan yang anda lingkari, yang menurut anda paling penting. Lalu pertembangkan berikut ini:

Pikirkan saat-saat dimana anda masih lebih muda ketika anda bertindak dengan integritas dalam situasi yang melibatkan kekuatan-kekuatan ini.

Bagaimana rasanya? Apakah hati anda merasa damai mengenai kekuatan ini? Jika tidak, apa yang perlu anda lakukan untuk mencapai kedamaian ini?

  1. Pilih salah satu dari kekuatan karakter ini dan latihlah selama satu bulan ke depan. Bersungguh-sungguhlah untuk merencanakannya. Latihlah rencana ini saat ini juga, dalam sebuah cara yang ringan sehingga anda akan mampu menerapkannya nanti saat berada dibawah tekanan.
  1. Bersungguh-sungguhlah untuk menggali kekuatan karakter tambahan, satu per satu, dalam cara yang mirip selama bulan-bulan berikutnya.

Sharon Salzberg menyarankan kita untuk menghormati setidaknya lima aturan dasar yang mungkin membantu kita untuk menggali kekuatan karakter secara bertahap, yaitu:

  • berhenti berbohong (dan menggunakan kata-kata yang kasar),
  • mencuri (mengambil yang bukan hak),
  • membunuh atau menyakiti secara fisik,
  • menggunakan energi seksual dalam sebuah cara yang menimbulkan bahaya, dan
  • menyadarkan diri (mengontrol semua aksi).

Mema'afkan Diri Sendiri

Kondisi manusia itu menimbulkan dilema. Kita pasti akan merasa lebih baik mengenai diri sendiri, saat kita hidup secara terhormat dan konstruktif.

Tapi kita tetaplah manusia, yang berarti kita tidak sempurna dan pasti akan membuat pilihan yang tidak terhormat, tidak konstruktif dan terkadang melakukan hal-hal yang melukai diri sendiri dan orang lain. Dengan kata lain, perilaku tidak sesuai dengan niat, sehingga kita melakukan kesalahan.

Jika kita mengaitkan diri dengan kekeliruan dan menyimpulkan bahwa diri kita adalah orang jahat yang tidak mungkin bisa berubah, itu bisa merusak rasa percaya diri dan motivasi kita untuk memperbaiki diri.

Dengan mema'afkan diri sendiri mengijinkan kita untuk keluar dari dilema ini. Mema'afkan membantu kita untuk kembali merasa  senang meski kita telah melakukan kekeliruan.

Tadinya, mema'afkan itu hanya dianggap penting bagi kesejahteraan spiritual. Namun, penelitian terakhir menunjukkan bahwa mema'afkan itu juga memberikan dampak positif bagi kesehatan fisik dan mental. Seperti yang akan anda lihat pada kisah dibawah ini, mema'afkan bisa memberikan manfaat lain.

Seorang wanita tua kembali ke mobilnya setelah berbelanja di supermarket. Saat mendekati mobilnya, dia melihat 4 orang pemuda di dalamnya. Wanita tersebut menaruh tasnya, lalu mengambil senjata sambil berteriak, "Aku punya senjata dan aku tahu cara menggunakannya." Ke 4 pemuda langsung melarikan diri.

Wanita tua tersebut lalu masuk ke dalam mobil tapi dengan tubuh gemetar, dia begitu gugup sehingga tidak mampu memasukkan kunci untuk menyalakan mobil. Akhirnya, dia menjadi cukup tenang untuk menyadari bahwa ternyata dia berada di mobil yang salah.

Dia keluar lalu mencari mobilnya sendiri, yang diparkir tidak jauh dari situ. Dia merasa sangat tidak enak sehingga mendatangi kantor polisi terdekat dan menjelaskan pada petugas apa yang baru saja dilakukannya, sambil meminta ma'af yang sedalam-dalamnya.

Sang petugas tertawa dan berkata, "Tidak apa-apa, bu. Ibu lihat 4 orang pemuda yang ada disana? Mereka baru saja melaporkan bahwa mereka telah di datangi oleh seorang nenek berambut abu-abu dengan sebuah senjata ditangannya." Ke 4 pria tersebut lalu membatalkan tuntutannya.

Terkadang, saat kita hanya mencoba untuk menjalani hidup, berjuang dengan begitu banyak kejadian dan pilihan yang membingungkan, kita melakukan kesalahan. Saat ini terjadi, mema'afkan itu lebih bermanfaat.

Apa itu Mema'afkan?

Mema'afkan berarti memilih untuk membebaskan kekesalan, amarah, benci, sakit hati dan hasrat untuk menghukum, membalas pelanggaran atau kesalahan di masa lalu. Kita bisa memilih untuk mema'afkan meski saat orang yang melakukan pelanggaran tidak layak untuk mendapatkannya. Mengapa kita melakukan itu?

Kita mema'afkan agar bisa memutuskan ikatan kita dengan masa lalu. Meski sebuah pengalaman menyakitkan dalam hidup mungkin sudah lama berlalu, tapi kita seringkali masih memerangi ingatan tersebut, hingga menjadi sebuah beban yang memberatkan dan menghalangi kita untuk melanjutkan hidup.

Dalam peperangan, kita mungkin menjadi hakim bagi penjahat atas "kejahatannya.". Kita mungkin merencanakan cara membalas atau menghukumnya. Tapi saat mema'af-kan, kita mundur dari peperangan. Kita membebaskan diri dari masa lalu, menyadari bahwa hukuman, balas dendam dan penghakiman itu tidak menyembuhkan.

Kita tidak lagi bersikers bahwa masa lalu harus lebih dulu berubah sebelum kita bisa kembali bahagia, dan kita lebih memilih untuk bertanggung jawab terhadap kebahagiaan kita sendiri saat ini. Setelah melepaskan beban, kita kembali mendapatkan kontrol yang lebih besar terhadap kehidupan kita.

Mema'afkan diri sendiri itu sama pentingnya. Jika kita tidak merelakan kesalahan kita dimasa lalu, maka pengalaman kita dimasa kini akan menjadi ternodai oleh rasa malu -- kita hanya memandang keburukan di dalam diri.

Konsep diri seperti itu akan merusak kenikmatan dalam perjalan hidup kita, karena tidak ada kesenangan di dalam merasa bersalah, mengutuk atau membenci diri. Rasa malu menghisap energi yang kita butuhkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan lain.

Adalah hal yang sulit untuk menjadi sensitif terhadap kebutuhan lain saat kita hanya fokus pada, dan dilemahkan oleh, rasa sakit yang tak kunjung sembuh, yang disebabkan oleh diri sendiri. 

Kita mungkin mengira bahwa dengan terus menerus menghidupkan kembali pelanggaran, akan mencegah kita untuk mengulanginya, tapi pada kenyataannya itu malah cenderung mengurangi kemampuan kita untuk hidup sejahtera.

Mema'afkan itu bukanlah salah satu dari berikut ini:

  • Menyetujui, mencari alasan atau memandang pelanggaran dengan rasa puas. Malah sebenarnya, saat mema'afkan, berarti kita menerima tanggung jawab untuk memperbaiki diri dan memastikan bahwa pelanggaran itu tidak terulang lagi.
  • Benar-benar melupakannya. Betul, yang kita inginkan adalah mengambil hikmahnya, sambil menghilangkan perasaan yang menyakitkan.
  • Meremehkan kerusakan yang telah dilakukan. Dengan memahami kerusakan yang diakibatkan, membantu kita untuk tidak mengulangi pelanggaran yang sama.
  • Membiarkan pelanggaran terus berlanjut. Kita tidak bisa mengontrol pilihan orang lain mengenai perilaku mereka. Tapi, kita bisa memastikan bahwa tingkah laku kita berubah. Kita harus melakukan yang terbaik yang kita mampu, untuk memastikan bahwa kita tidak berbahaya, jika kita ingin bahagia.
  • Beradamai dengan atau mempercayai pelanggar. Jika yang melakukan kesalahan adalah orang lain, mungkin tidak bijak untuk berdamai jika orang itu masih mengulangi pelanggarannya. Namun, berdamai dengan dan mengembalikan kepercayaan pada diri sendiri adalah target setelah mema'afkan diri sendiri.

Langkah-langkah Dasar untuk Mema'afkan Diri

Confucius mengatakan, “Semakin seseorang tahu, semakin mema'afkan dia.” Berikut ini langkah-langkah yang bisa membantu kita untuk mema'afkan diri sendiri:

  1. Akui rasa sakit yang telah diberikan pada orang lain dan diri sendiri melalui tingkah laku anda. Duduk dengan ide ini dan pertimbangkan itu dalam sebuah cara yang kasih sayang, tidak menghakimi.

Secara realistis, bertanggung jawablah atas pelanggaran. Misalnya, seorang korban perkosaan mungkin menyalahkan diri sendiri karena mengira dirinya lah yang ceroboh.

Sudut pandang yang lebih realistis adalah dengan menganggap bahwa pelaku lah yang bertanggung jawab, bukan korban.

  1. Mengganti kerugian sebanyak mungkin (meminta ma'af, mengembalikan apa yang diambil, dan seterusnya.)
  1. Berkomitmen sebisa mungkin untuk hidup terhormat dan konstruktif, dengan apa yang anda tahu. Ini bisa dilakukan semua orang. Sadari bahwa masa depan itu belum terpetakan, dan kita bisa berharap untuk membelok ke jalan yang salah.
  1. Bersahabat dengan rasa bersalah. Rasa bersalah itu perasaan yang indah, yang mengingatkan kita saat sesuatu itu salah sehinga kita mungkin mencapai kedamaian dengan kata hati kita. Tanpa kata hati, tidak akan ada moralitas.

Jadi, kita bisa menyambut rasa bersalah dengan hangat dan rasa menerima, juga semua perasaan lain. Setelah kita merespon rasa bersalah, tugasnya sudah selesai sehingga kita bisa membebaskannya.

Hayes, mengingatkan bahwa kita tidak datang ke dunia dengan membawa buku petunjuk, jadi...

"Tolak dengan hormat undangan dari pikiran anda untuk menghukum diri sendiri karena tidak tahu apa yang tertulis di dalam buku petunjuk yang tidak pernah diberikan pada anda... Anda hanya melakukan yang terbaik yang anda tahu saat itu. Tapi sekarang anda sudah tahu lebih banyak."

  1. Hakimi perilakunya, bukan nilai intinya. Ingat, bahwa inti diri anda itu lebih besar dibanding keputusan sesaat, pilihan buruk atau tindakan keliru yang anda lakukan. Sebuah keputusan yang buruk yang dibuat satu hari atau selama periode tertentu, itu bukanlah inti diri anda.

Tindakan yang keliru bukan berarti kita tidak bisa memperbaikinya, juga bukan berarti bahwa nilai inti nya jadi hilang. Tindakan yang keliru tidak mendefinisikan kita, atau memvalidasi nilai inti kita; itu hanyalah sesuatu yang perlu diperbaiki.

Kita bisa menerima kesalahan sebagai bagian dari sejarah, lalu melanjutkan hidup. Dalam mema'afkan diri sendiri, kita mengakui bahwa kita memiliki potensi untuk berubah dan mengklaim kembali kebaikan di dalam diri kita.

  1. Bersedialah untuk terus merasa tidak sempurna. Menjadi tidak sempurna, seperti halnya semua orang, tidak mengurangi nilai atau mendiskualifikasikan kita selamanya dari mencoba memperbarui diri.

Untuk menjadi manusia berarti untuk melakukan kesalahan. Adalah hal yang tidak baik untuk mengutuk diri sendiri karena melakukannya. Jika kita terhambat untuk kembali ke jalur yang benar, hanya akan semakin merusak untuk berpikir, "Nah, betul bukan, aku tahu aku tidak mampu melakukannya."

Itu bukanlah siapa diri anda; itu hanyalah sebuah pemikiran. Akan jauh lebih baik dengan menerima kekecewaan lalu berpikir, "Orang yang tidak sempurna terhambat; Aku bisa bangkit lagi dan kembali ke jalur."

  1. Pertahankan pikiran pemula. Dengan berpikir "Aku tidak mampu" mengaitkan kita dengan masa lalu dalam cara yang negatif dan sempit. Pikiran pemula menjaga kita untuk tetap terbuka pada siapa diri kita dan bisa menjadi apa kita nantinya.

Sudut pandang seperti itu tidak membatasi kita dengan apa yang kita lakukan dimasa lalu; melainkan memotivasi kita untuk kembali terlibat dalam hidup dengan cara yang produkitf.

  1. Teruslah melakukan kebaikan. Renungkan kembali hal-hal baik yang anda lakukan dimasa lalu. Teruslah melakukannya.
  1. Biarkan pelaku lolos. Dikatakan bahwa tidak ada orang dalam pikirannya yang benar akan berniat untuk melakukan hal yang membahayakan. Orang yang melakukan hal salah, mungkin karena sedang menderita atau tidak tahu cara memenuhi kebutuhan-nya dengan cara yang konstruktif.

Jika anda telah melakukan yang terbaik untuk memperbaiki pelanggaran dan arah anda, itu bisa memperkecil kemungkinan anda untuk mengulanginya lagi, jadi biarkan diri anda lolos.