Langkah-langkah Untuk Mengendalikan Pikiran Anda

Pernahkah anda mengambil suatu kursus tentang cara mengontrol pikiran anda secara aktif? Pernahkah anda membaca sebuah buku tentang bagaimana cara berpikir?

Orang umumnya mengira bahwa mereka sudah mempelajari cara berpikir di sekolah dan mempelajari informasi tentang dunia. Tapi sekolah biasanya hanya mengajarkan anda satu cara untuk berpikir, yaitu mencari jawaban yang benar.

Untuk alasan tersebut, anda mungkin merasa tidak perlu untuk memikirkan tentang berpikir begitu anda sudah mendapatkan jawaban yang benar. Tidak ada kebutuhan untuk merenungkan ide-ide yang anda miliki atau kepercayaan yang anda pertahankan. Tidak ada kebutuhan untuk mengupdate skill-skill cara anda berpikir.

Tapi berikut ini masalah yang ditimbulkan dari pendekatan ini. Selama masa dewasa, anda harus berhadapan dengan ambiguity dari kehidupan, berbagai tantangan yang tidak cuma punya satu jabawan benar, dan berbagai masalah yang tidak punya solusi.

Anda perlu mencari berbagai cara untuk memperkuat dan mengembangkan pemikiran anda dalam berhadapan dengan perubahan konstan, naik turun, dan kehidupan yang penuh tekanan dan ketegangan yang tidak punya satu jawaban simpel. Jika tidak, maka hampir bisa dipastikan bahwa anda akan hidup dalam ketakutan.

Menurut saya menarik bahwa di aspek lain dari kehidupan, penting kebugaran fisik itu diterima dengan baik. Saya tidak akan heran jika anda punya program kebugaran fisik tersendiri. Mungkin anda berolahraga di rumah, atau sudah bergabung di fitness center, atau anda berlatih dengan seorang pelatih pribadi.

Saya tidak akan heran, juga, jika anda menyediakan waktu untuk menambah pengetahuan anda dengan membaca buku-buku mengenai cara mengatur keuangan atau berkonsultasi dengan seorang perencana keuangan.

Di tahun-tahun belakangan ini, sepertinya anda juga mungkin sudah banyak mempelajari tentang manajemen berat badan, manajemen waktu, dan manajemen keuangan.

Tapi bagaimana dengan manajemen pikiran? Manajemen pemikiran? Saya yakin anda belum menganggapnya penting.

Saya percaya bahwa jika anda belum meningkatkan skill-skill cara berpikir anda, maka sangat mungkin anda akan berpikir dalam cara yang lebih baik digunakan unutk menyelesaikan masalah kanak-kanak dibanding masalah orang dewasa.

Apakah anda ingat bagaimana anda memikirkan tentang dunia saat anda masih kecil?

Sama seperti anak muda pada umumnya, anda mungkin memikirkan tentang berbagai kejadian, situasi dan orang-orang dalam terminologi semua atau tidak sama sekali. Anda baik atau buruk, melakukan sesuatu yang salah atau benar, dan berada “di dalam” kelompok atau “di luar” kelompok.

Kisah-kisah dongeng juga mengoptimalkan cara berpikir hitam putih ini, dengan penyihir baik dan penyihir jahat, peri yang baik dan ibu tiri yang jahat, orang-orang baik dan orang-orang jahat. Akhir yang “bahagia selama-lamanya” berkontribusi pada jenis pemikiran yang sederhana ini.

Kita umumnya pernah mempelajari aksioma, “Bukan apa yang anda katakan, melainkan cara anda mengatakannya.” Kata-kata tersebut membantu kita untuk lebih sadar akan bahasa kita dan efeknya pada orang lain.

Tapi pernahkah anda mendengar aksioma “Bukan apa yang anda pikirkan, melainkan cara anda memikirkannya?”

Coba pikirkan! Cara anda berpikir memiliki suatu efek yang luar biasa pada anda dan cara anda bereaksi terhadap dunia. Proses berpikir itu entah akan menambah ketakutan anda atau menghilangkannya.

Keputusan Besar, Keputusan Kecil

Suatu bagian yang sangat penting dari manajemen pikiran adalah memiliki kemampuan untuk membuat kepurusan-keputusan yang baik tanpa merasa cemas yang berlebihan.

Kehidupan modern menawarkan pilihan yang lebih banyak pada kita dibanding sebelumnya, yang menjadi anugrah atau malah kutukan. Beberapa pilihan itu bermanfaat, sedangkan yang lain hanya mengganggu, membingungkan kita, atau membuat hidup jadi lebih sulit.

Kehidupan modern memberikan banyak situasi dimana dengan begitu banyaknya pilihan yang ada, mungkin akan mudah membuat kita merasa kewalahan.

Itu mungkin hanya masalah-masalah kecil, sesuatu yang anda tahu tidak akan memberikan dampak yang besar tapi menyebabkan anda menghabiskan banyak waktu dan energi yang jauh lebih banyak dari yang sewajarnya.

Mungkin anda perlu membeli pakaian. Haruskah aku membeli yang ini atau yang itu? Apakah ini terlalu mahal? Haruskan aku mencarinya ditempat lain?

Tidak mampu mengambil keputusan bisa mengarah pada sama sekali tidak adanya keputusan, menjadi kecewa dengan keputusan yang sudah dibuat, atau membuat keputusan secara terburu-buru, misalnya pengeluaran yang berlebihan.

Bagaimana dengan keputusan-keputusan yang lebih substansial—entah itu menemukan suatu pekerjaan yang lebih menantang, entah itu menikah, entah itu bercerai, atau entah itu punya anak? Aku tidak tahu apakah ini waktu yang tepat. . . .  Aku begitu takut aku tidak bisa menghandle tanggung jawabnya. . . . Aku sangat takut aku akan membuat keputusan yang salah. . . . Saat ini usia ku sudah 40 tahun—mungkin sudah terlambat! Seharusnya aku mengambil langkah ini lebih awal, membuat pilihan yang berbeda, merencanakannya dengan lebih baik, memikirkannya dengan matang. . . .

Dengan semua kebingungan tersebut muncullah kepanikan dan rasa takut, tapi anda tetap tidak bisa memutuskan apa yang ingin anda lakukan.

Bagaimana anda bisa berhadapan dengan begitu banyaknya pemikiran yang saling bertentangan? Bagaimana anda bisa mendisiplikan pikiran agar menjadi lebih tegas? Bagaimana anda bisa berpikir kritis dan kreatif untuk membuat pilihan-pilihan yang lebih baik?

Pertanyaan-pertanyaan tesebut sangat vital dalam sebuah budaya yang menyediakan kita begitu banyak pilihan—mungkin jauh lebih banyak dibanding yang benar-benar kita butuhkan.

Pengambilan keputusan yang baik dan pikiran yang disiplin itu tidaklah otomais, atau pasif. Melainkan skill-skill yang harus anda pelajari, update, dan perbaiki saat anda memetakan arah hidup dan menemui tantangan-tantangan baru.

Tulisan ini akan membantu anda untuk melakukan itu.

Berpikir atau Terobsesi?

Salah satu skill paling penting yang bisa anda peroleh saat anda menaklukkan rasa takut adalah belajar cara membedakan antara berpikir dengan terobsesi.

Andrea, yang cenderung untuk menjadi Hypervigilant (sangat waspada), berusaha keras untuk tidur tapi sangat kesulitan untuk menghilangkan ke khawatirannya.

Dia tidak bisa berhenti terobsesi tentang segala hal. Tentang pakaian kotor yang perlu dicuci, mobil baru yang ingin dia beli, kartu ulang tahun yang dia beli untuk adiknya tapi lupa dia kirimkan, kebocoran di dapur yang memerlukan perhatian, kerugian besar dalam sahamnya yang memberikan perasaan nyeri di perutnya.

“Aku tidak bisa berhenti memikirkan hal-hal ini,” katanya. “Itu membuat ku kacau. Aku tidak bisa tenang. Aku tidak bisa tidur, dan kemudian, setelah gelisah sepanjang malam, aku merasa begitu kelelahan di pagi hari sehingga merasa sangat sulit untuk bangun.”

Proses berpikir Andrea yang berulang-ulang, tidak produktif itu sebenarnya sama sekali bukan berpikir, melainkan terobsesi, yang sebenarnya tidak menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya, dan meningkatkan serta memperkuat rasa takutnya. Obsesi adalah sebuah siklus berulang yang dia tidak bisa melepaskan diri darinya.

Berikut ini perbedaan utama antara berpikir dan terobsesi. Berpikir meliputi penalaran, perenungan, pertimbangan, penghubungan, penilaian, analisa, atau pengevaluasian suatu ide. Dia menggunakan pikiran anda dalam sebuah cara yang kreatif dan efektif.

Berpikir cenderung untuk menjadi produktif, berorientasi target dan aksi. Beberapa bentuk berpikir antara lain berpikir rasional linier, penyelesaian masalah, brainstorming, dan berkhayal kreatif.
Salah satu contoh berpikir adalah saat anda menimbang berbagai pilihan anda untuk mengikuti suatu kursus pendidikan.

Anda mempertimbangkan berbagai pilihan yang ada, menimbang berbagai kelebihan dan kekurangan dari program tertentu, membayangkan akan seperti kursus tertentu, dan memilah-milah berbagai masalah praktis yang menyangkut transportasi dan pendanaan.

Sebaliknya, terobsesi adalah saat pikiran anda sangat dikendalikan oleh satu emosi atau ide yang tidak bisa anda relakan. Terobsesi dimulai dengan Titik A tapi kembali lagi ke Titik A secara berulang-ulang.

Memang benar bahwa terobsesi itu adalah suatu bentuk dari berpikir, tapi itu adalah cara berpikir yang tidak efektif; dia berputar-putar diluar kendali, tapi akhinya tiba ditempat yang sama seperti saat anda memulai. Ini bukan cuma suatu proses yang tidak produktif, tapi juga kontra produktif.

Terobsesi itu selalu berhubungan dengan kecemasan, karena memikirkan pemikiran-pemikiran yang sama tanpa mendapat satupun solusi yang bermanfaat. Ketakutan dan kepenatan tumbuh subur di dalam siklus tertutup dari obsesi.

Suatu contoh dari terobsesi adalah urutan kekhawatiran berikut ini:
“Aku benar-benar harus mengambil program kuliah, tapi yang mana? Ada begitu banyak program, aku bahkan tidak tahu dari mana memulainya! Ada komunitas kuliah lokal, tapi mungkin tidak cocok untuk ku. Dan sekolah pendidikan dewasa, tapi program tersebut tidak mengaah pada suatu gelar. 
Lagi pula apa yang harus aku pelajari? Apakah program bisnis? Program yang berhubungan dengan kesehatan? Ilmu komputer? Sesuatu yang lain? Ada begitu banyak pilihan yang aku tidak tahu harus bagaimana. 
Mungkin lembaga teknis adalah yang paling tepat. Tapi aku tidak yakin bidang mana yang dipilih. Dan bagaimana aku akan membiayai kuliah ku? Mungkin dengan suatu pinjaman. Atau aku bisa mencoba beasiswa. Atau yang lain—oh aku bingung harus bagaimana! 
Tapi aku benar-benar harus mengambil suatu program kuliah, haruskah aku mengambilnya? Aku merasa begitu bingung.”
Sskenario berikut ini menggambarkan bagaimana cara berpindah dari terobsesi menjadi berpikir, yang berakhir dengan suatu rencana aksi yang memuaskan.

Kembali Bekerja

Katakanlah anda sedang berjuang keras memikirkan suatu keputusan tentang apakah saat ini akan kembali bekerja secara full-time karena anak-anak anda sudah lebih besar. Jika terobsesi dengan masalah jenis ini bisa segera menjadi suatu latihan yang melelahkan, tanpa hasil.
“Aku benar-benar perlu mengembangkan karir ku, tapi bagaimana aku akan mampu melakukannya?” tanya anda pada diri sendiri. 
“Lagi pula, perusahaan mana yang mau mempekerjakan ku? Bagaimana tidak ada perusahaan yang mau menerima ku? Aku tidak tahu cara memperbarui resume ku setelah bertahun-tahun menjadi ibu rumah tangga. Aku begitu gugup. Aku tidak akan mampu mengatasi interview.”
Berbeda dengan obesesif ini adalah proses sirkular dengan memikirkan tentang masalah kembali bekerja.
Anda mengatakan pada diri sendiri, “Nah, mari kita lihat. Ini adalah sebuah keputusan besar, tapi aku bisa membaginya ke dalam beberapa langkah, yang akan membuatnya jadi lebih mudah diatur. 
“Langkah Pertama: Aku akan mencari seseorang untuk membantu menyusuri semua kemungkinan. Aku punya teman dan mantan rekan kerja yang bisa membantu ku untuk memperkirakan pilihan-pilihan ku. Aku akan menelpon dan melihat apa yang akan mereka katakan. 
Langkah Dua: Aku akan memperbarui resume ku dan menulis contoh kop surat. Aku bisa menyelesaikannya pada akhir minggu. Langkah Tiga: Proses interview mungkin akan sulit, tapi aku pernah melakukan sebelumnya, jadi kurasa aku mampu melakukannya lagi. 
Langkah Empat: Rencana ini kedengarannya bagus, dan aku tahu akan bermanfaat bagi ku dalam jangka panjang. Sekarang waktunya untuk menerapkan keputusan ini. 
Pertama-tama aku akan berbicara dengan teman ku, kemudian mencari beberapa informasi mengenai interview. Aku harus mengatur jadwal ku dan mendelegasikan sebagian dari tugas rumah tangga, tapi aku juga bisa melakukan itu. 
 Dan meski terkadang hidup itu sangat melelahkan, tapi kita semua menyesuaikan diri.”
Seperti yang bisa anda lihat, proses berpikir ini tidak membuat masalah-masalah yang rumit menjadi hilang, melainkan membuat anda bisa menyortirnya secara lebih sistematis dan menghadapinya satu persatu dalam suatu cara yang lebih produktif.

Hindari Paralysis of Analysis

Jenis berpikir sia-sia lainnya yang berasal dari rasa takut adalah terjebak di dalam paralysis of analysis. Meksi sudah banyak melakukan penelitian, perenungan, dan perencanaan, tapi anda merasa belum juga mampu membuat keputusan atau mengambil langkah maju.

Paradoksnya, semakin banyak analisa yang anda lakukan, semakin bingung jadinya.

Lebih Banyak Bukan Berarti Lebih Baik

Janice mengalami paralysis of analysis setiap kali mencoba mengambil keputusan mengenai sesuatu yang penting. Sebagai seseorang yang suka mengontrol, dia tidak menjadi terobsesi tentang situasi apapun yang dia hadapi, tapi dia cuma terlalu banyak mengakumulasi informasi.

Hasilnya adalah bahwa dia menjadi macet saat mencoba untuk memahami semuanya. Akhir-akhir ini, dia sedang mencoba untuk memutuskan di taman kanak-kanak mana Kenneth, yaitu anaknya yang berusia 4 tahun, akan bersekolah.
“Aku senang menjadi sistematis mengenai pilihan-pilihan ku,” kata Janice, “Jadi aku sudah banyak mengumpulkan data mengenai sekolah-sekolah yang ada di wilayah kami. Aku tidak ingin kehilangan satu pun kemungkinan. 
Selain itu, secara artistik Kenneth itu berbakat, dan aku ingin memastikan dia mengikuti taman kanak-kanan yang akan banyak memberikannya project-project menarik untuk menantangnnya.”
Awalnya, Janice merasa senang bisa menemukan lebih banyak sekolah dibanding yang dia harapkan. Tapi peningkatan jumlah dan variasinya telah berkembang jadi membingungkan.
“Ada begitu banyak! Sebagian aku temukan melalui yellow pages, selebihnya melalui rekomendasi, dan masih ada lagi data dari pencarian melalui Web. Kemudian aku menelpon tempat-tempat ini dan berbicara dengan berbagai direktur melalui telpon. 
Itu sungguh menyenangkan—Aku punya banyak sekali pilihan. Tapi program-programnya begitu berbeda! Aku bingung untuk mencari tahu cara membandingkan antara satu dengan yang lain—atau bahkan apakah memang sebagian dari sekolah-sekolah ini bisa dibandingkan.”
Untuk menelusuri semua kemungkinan, Janice telah membuat sebuah tabel yang melisting attribut dari masing-masing sekolah, misalnya ukuran, biaya, rasio antara guru dan siswa, program-program spesial, dan seterusnya.

Tapi sepertinya bahwa semakin banyak data yang di kumpulkan, dia jadi semakin bingung dan takut bahwa entah bagaimana dia akan melakukan kecerobohan dan mengirimkan Kenneth ke suatu sekolah yang tidak sesuai dengan kebutuhannya.

Cukup itu Cukup

Debbie bangga akan kompetensi dan kemampuannya dalam mengatasi berbagai tugas dalam kehidupannya. Tapi selama mengerjakan suatu project untuk merenovasi kamar keluarganya, dia mendengar tudingan mengejutkan dari putrinya yang berusia 13 tahun.
“Jacqueline mengatakan, ‘Ma, Mama membuat kami bingung. Buatlah satu keputusan dan berhentilah membuat semua orang kesal. Maksud ku, inikan cuma kamar tidur!’
Dan aku menyadari bahwa dia benar. Aku benar-benar dikuasai oleh project tersebut. Setiap hari adalah suatu krisis baru. 
Ada keputusan lain yang harus dibuat, dan aku begitu bingung tentang pilihan yang terbaik sehingga aku membuat semua orang menjadi kesal—bukan cuma keluarga ku tapi juga dekorator dan asistennya. 
Aku terus mengubah pikiran ku setiap hari dan merasa tidak puas dengan pilihan-pilihan yang sudah aku buat.”
Realisasi ini mengarah pada beberapa pemahaman penting.
“Aku sadar analisa ku secara terus menerus itu membuat ku kehilangan antusiasme terhadap project,” kata Debbie. Aku sangat sengsara saat merehab kamar tidur dan itu memalukan karena aku sudah menantikan project ini selama bertahun-tahun. 
Saat itulah aku menyadari bahwa aku harus tenang. Jika tidak, aku bisa merusak semuanya. Rasanya menakutkan untuk benar-benar merelakan dan mengatakan, Oke, ini adalah pilihan ku—tidak ada lagi perubahan. Itu sulit bagi ku karena aku senang mengatur setiap detil kecil dari suatu project. 
Tapi aku menyadari bahwa aku tidak tahu kapan waktunya untuk berhenti. Aku perlu ingat bahwa dekorator yang aku pilih itu punya reputasi yang bagus. Jadi, kepada tidak mempercayainya untuk benar-benar menyelesaikan tugasnya?
Aku tidak perlu menebak-nebak semua tindakannya dan menganalisa semua yang sedang dilakukannya.”
Rekomendasi saya dalam situasi seperti ini adalah menjadi lebih pintar dengan mengurangi pemikiran tentang masalah-masalah yang merisaukan anda. Adalah hal yang mungkin bahwa anda telah keliru dengan mengira bahwa makin banyak memikirkannya itu makin baik.

Makin banyak berpikir itu mungkin hanya membuat makin bingung. Terlalu banyak pilihan, terlalu banyak analisa, dan terlalu banyak keinginan bisa meningkatkan paralysis anda.

Jangan merasa bahwa anda memerlukan semua detil data untuk membuat keputusan. Jangan berasumsi bahwa memperpanjang analisa data itu akan selalu memberikan hasil yang lebih baik.

Semua analisa mencapai suatu titik hasil yang menurun, dan sebagian dari keputusan yang baik itu mengambil tempat dalam waktu yang relatif lebih cepat, baik berdasarkan pada intuisi maupun penaksiran data yang tak berujung.

Brainstorm Dalam Arah yang Berlawanan

“Aku benci pekerjaan ku,” kata Marianne. “Aku ingin berhenti, tapi aku takut. Aku punya suatu pekerjaan yang membuat ku bisa memenuhi kebutuhan dan memberikan ku asuransi kesehatan, status, dan tanggung jawab. Aku merasa khawatir tentang merelakan semua keuntungan tersebut, sehingga aku melakukan kesalahan pada sisi kehati-hatian.”

“Bagaimana jika anda tidak melakukan kesalahan pada sisi kehati-hatian?” tanya temannya. “Bagaimana jika anda melakukan kekeliruan pada sisi resiko? Lalu apa yang akan anda lakukan?”

Sebuah senyuman segera tampak di wajahnya. Dengan girang dia mengatakan, “Aku akan berhenti dari pekerjaan ku hari ini, melakukan liburan selama satu bulan, dan setelah itu memulai bisnis ku sendiri.”
Tapi akhirnya, Marianne tidak jadi berhenti dari pekerjaannya hari itu, tapi dia memang berhenti enam bulan kemudian. Dia melakukan kesalahan pada sisi resiko—dan itu memberikan hasil yang baik baginya.

Saat ini dia adalah pemilik dari sebuah perusahaan kecil yang bergerak di bidang humas. Dia menyukai pekerjaannya, dan dia mendengar dari beberapa orang di perusahaan PR lamanya yang, kemudian ternyata, di PHK.

“Siapa yang akan tahu bahwa saat aku mengambil resiko itu,” kata Marianne, “itu bukan cuma hal terbaik yang aku lakukan pada diri sendiri, tapi juga ternyata aku berada pada posisi yang jauh lebih ringan dibanding teman-teman ku yang tetap bekerja pada perusahaan.”

Tapi brainstorming bukanlah sekedar suatu proses berpikir dalam arah yang berlawanan. Tapi dia juga bermanfaat sebagai suatu metode untuk menghasilkan banyak kemungkinan solusi dari suatu masalah.

Anda bisa melakukannya sendirian, dengan seorang teman, atau dalam suatu kelompok kecil, misalnya keluarga anda. Penting untuk tidak menolak suatu kemungkinan solusi hanya karena terdengar konyol atau sangat sulit untuk dilakukan.

Dengan brainstorming, anda bisa membiarkan pikiran untuk melayang ke arah manapun agar bisa menghasilkan kemungkinan solusi (tidak harus realistis atau mungkin). Jika anda bisa melakukan suatu usaha untuk mengubah cara anda berpikir, maka hasilnya mungkin akan membuat anda terkejut.

Sepertinya bahwa anda akan membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang belum pernah terpikirkan, kemungkinan yang mungkin membawa anda kearah baru yang menggairahkan. Brainstorming memperkaya pemikiran anda. Itu mudah untuk dilakukan.

Tidak ada ruginya untuk mempertimbangkan berbagai alternatif, dan anda bisa melakukannya secara gratis.

Membingkai Ulang Situasi

Orang umumnya tumbuh dewasa dengan pemikiran bahwa apa yang mereka asumsikan untuk menjadi benar itu, pasti, benar.

Mereka tidak menyadari bahwa kita semua membentuk realitas yang berdasarkan pada pengalaman, sejarah keluarga kita, sensitivitas biologis kita, budaya dan agama kita, prasangkan kita, kecenderungan kita, dan jaringan sosial kita.

Kita tidak hanya hidup di dalam dunia—secara aktif kita memaknai dunia dan pengalaman kita di dalam dunia dalam sebuah cara yang kita anggap natural. Apapun yang berada diluar jalur kita kemudian kita anggap tidak natural.

Pemaknaan pengalaman kita ini dirujuk sebagai framing (membingkai). Secara aktif mengubah pemaknaan anda itu disebut reframing (membingkai ulang).

Membangun Sebuah Realitas Baru

Berikut ini sebuah contoh yang saya harap bisa anda hubungkan. Kita semua tahu orang-orang yang memandang gelas setengah penuh dan sebagian lain yang memandangnya sebagai setengah kosong.

Kita menyebut yang pertama sebagai optimis dan yang kedua sebagai pesimis. Siapa yang benar? Jika anda memilih optimis, selama! Anda memilih jawaban yang benar.

Jika anda memilih pesimis, selama juga untuk anda! Anda juga memilih jawaban yang benar! Bisakah ada dua jawaban yang benar? Tentu saja, tergantung cara anda mengartikan dunia anda.

Jika anda ingin berubah dari pesimis menjadi optimis, atau dari orang yang gugup menjadi orang yang tenang, anda perlu belajar cara untuk me-reframe. Dalam sebagian besar situasi, yang penting itu bukanlah realitas misalnya (ada 4 ons air di dalam gelas) melainkan cara anda memandang realitas.

Apakah anda mengartikan sesuatu sebagai baik atau buruk? Apakah anda memandang pada apa yang anda miliki atau yang tidak anda miliki?

Jika anda hidup dalam ketakutan, anda sudah mengembangkan suatu framework dimana anda terbiasa dan secara otomatis memandang situasi sebagai menakutkan—entah situasi tersebut memang menakutkan atau tidak.

Sekarang waktunya untuk menghentikan kebiasaan situasi melalui sebuah lensa ramalan dan mulai memandang situasi yang sama dalam sikap yang berbeda. Berikut ini salah satu cara untuk melakukannya.

Anda telah diminta untuk mengajarkan suatu program komputer kepada para supervisor di dalam perusahaan anda. Frame original: Menakutkan! Pemikiran-pemikiran yang menyertai frame ini:
  • Aku tidak mampu melakukan ini!
  • Bagaimana caranya agar aku bisa menghindari ini?
  • Aku akan mempermalukan diri ku sendiri!
  • Kenapa harus aku?
Dari pada terus mengartikan situasi ini sebagai suatu masalah, hentikan proses berpikir anda. Sekarang reframe. Bentangkan imajinasi dan pikiran anda: bagaimana aku bisa memandang situasi ini dengan cara yang berbeda? Reframe: menggairahkan! Pemikiran-pemikiran yang menyertai reframe:
  • Suatu peluang yang sangat bagus!
  • Bagaimana caranya agar aku bisa membuatnya berhasil?
  • Ini adalah suatu kesempatan yang sangat bagus.
  • Ini adalah peluang ku agar bisa menonjol.
Saat anda membingkai ulang suatu situasi, selain untuk memandang realitas anda secara berbeda, anda juga mungkin perlu melakukan sesuatu yang berbeda untuk membuat interpretasi baru menjadi sukses.

Dalam contoh sebelumnya, mengubah frame anda dari menakutkan menjadi menggairahkan adalah bagian awal dari proses. Bagian kedua adalah bekerja keras untuk memastikan bahwa, memang, anda menonjol.

Jika anda lalai untuk mengambil aksi yang mendukung pemikiran baru anda, itu mungkin akan menjadi bumerang bagi anda, membuat anda jadi lebih memihak pada interpretasi awal anda (“Benar bukan, itu menakutkan. Aku benar-benar tidak mampu melakukannya.”)

Tapi di saat lain, reframing tidak memerlukan aksi pendukung, hanya sekedar menikmati suatu cara inovatif untuk berpikir.

Anda ingin belajar cara-cara kreatif untuk membingkai ulang suatu situasi? Dengarkan anak-anak kecil yang belum di cuci otaknya untuk berpikir bahwa semuanya memiliki suatu jawaban benar—dan jawaban benar itu adalah apa yang dipikirkan oleh orang lain.

Bebaskan Diri Anda dari Hasil

Sampai satu generasi yang lalu, orang umumnya berasumsi bahwa mereka tidak mampu mengontrol hasil dari banyak kejadian dalam hidup. Orang-orang menerima bahwa kejadian-kejadian itu terjadi begitu saja; anda tidak membuatnya terjadi.

Misalnya anak-anak “lahir,” mereka tidak direncanakan. Anda tidak bersusah payah memilih karir ideal, anda hanya “mendapat suatu pekerjaan.” Tapi saat ini, karena kita memang miliki kendali lebih banyak atas hidup, kita merasa sedih saat kita tidak bisa mengontrol nasib kita.

Jika anda bisa membebaskan diri dari berharap bahwa hasilnya harus selalu menguntungkan anda, maka rasa takut anda akan menghilang. Ini tidak berarti bahwa anda harus menjadi tidak peduli terhadap apa yang terjadi sebagai hasil dari pilihan dan aksi anda.

Melainkan, itu berarti bahwa anda perlu menerima realitas berikut ini: Meski anda bisa membuat keputusan dan aksi dalam merespon suatu situasi, tapi anda tidak bisa memaksakan suatu kejadian tertentu agar terjadi. Anda tidak bisa selalu berada dalam kontrol.

Tenangkan Pikiran

Mudah untuk mengatakan “Tenang saja,” tapi bagi banyak orang, itu benar-benar suatu hal yang sulit untuk di lakukan. Namun, itu tetap suatu target yang sangat baik untuk dikejar.

Jika anda bisa memperoleh suatu kondisi pikiran yang tenang, maka kemungkinan anda untuk terjebak dalam pola pemikiran obsesif jadi berkurang. Anda akan berpikir lebih jernih dan punya energi lebih banyak karena anda menghadapi situasi dengan berbagai pilihan dan keputusan yang lebih matang.