Cara Mengekspresikan Rasa Takut

Orang mengekspresikan rasa takutnya dalam berbagai cara. Yang sangat bervariasi itu memang bukan cuma apa yang mereka takuti, tapi juga cara mereka mengekspresikan ketakutannya.

Banyak dari kita yang sadar, misalnya, bahwa seringkali ada perbedaan antara bagaimana pria dan wanita mengekspresikan ketakutannya. Di mulai sejak masa kanak-kanak, anak perempuan punya lebih banyak contoh untuk mengekspresikan ketakutannya, baik dalam kehidupannya nyata, dalam buku, televisi, maupun film.

Banyak wanita, juga sebagian pria, yang dilatih untuk menjadi berhati-hati, takut, bahkan sangat takut. Sebagian mendapatkan pesan-pesan dari orang tua dan lingkungan yang menganjurkan atau bahkan memberikan reward untuk rasa takut.

Adalah lebih bisa diterima secara sosial bagi wanita untuk mengakui dan mengekspresikan rasa takutnya secara langsung. Bagi sebagian orang, itu bukan cuma bisa diterima, tapi juga hampir diwajibkan.

“Kemana pun aku pergi sebagai seorang remaja,” seorang teman memberi tahu saya, “ibu saya selalu mengatakan, ‘Hati-hati.’ Tidak masalah apakah aku akan pergi ke sekolah, jalan-jalan, atau mengunjungi teman ku.

Tapi pada adik lelaki ku ibu tidak akan mengatakan, ‘Hati-hati,’ dia akan mengatakan ‘Jangan nakal.’ Jika dia nakal, orang tua ku akan merasa sedikit kesal, tapi mereka akan merespon dengan kata-kata sambil lalu misalnya, ‘Namanya juga anak laki-laki.’

Tapi jika aku yang bermasalah, mereka mengatakan, ‘Kan ibu sudah bilang untuk berhati-hati!’ Ada kepanikan bahkan histeris dalam nada suara mereka: ‘Kau bisa diculik, diperkosa, atau dibunuh”

Pria tentu juga merasa takut, tapi masyarakat kita mengajarkan mereka untuk mengabaikan, menolak, atau mengingkarinya. Pria sering menunjukkan rasa takut secara tidak langsung — dengan menjadi marah, mabuk, menjadi penyendiri, atau menghindari situasi-situasi yang mereka tidak tahu cara mengatasinya.

Bahkan suatu situasi rutin, misalnya harus bergantung pada orang lain untuk meminta informasi, mungkin akan menyebabkan rasa takut dan suatu desakan atau pengingkaran rasa takut.

Banyak pria yang harus berjuang dengan rasa takut yang intens tanpa ada cara untuk mendiskusikan, mengekspresikan atau bahkan mengetahui apa yang membuat mereka khawatir.

Meski fakta bahwa rasa takut pria itu lebih tersembunyi — atau mungkin karena ini — tapi rasa takut mereka seringkali menjadi lebih dalam dan lebih membebani.

Apa yang membuat anak laki-laki dan pria relatif lebih enggan untuk mengakui atau menunjukan rasa takut?

Seiring waktu saat anak laki-laki mencapai usia 5 atau 6 tahun, para pria umumnya memiliki pesan internal bahwa rasa takut itu tidak “jantan” dan harus disembunyikan atau di ingkari.

Nantinya, selama tahun-tahun sekolah, budaya yang dominan menempatkan anak  laki-laki untuk mengejek, mengganggu, atau bahkan menghukum secara fisik anak laki-laki lain yang mengekspresikan rasa takutnya secara terbuka.

Seorang anak laki-laki yang tidak menekan rasa takutnya mungkin akan dilabeli seorang “banci,” “penakut,” atau “pengecut.”

Ini mengakibatkan pria dan wanita secara umum menerima pesan-pesan yang jauh berbeda tentang mengakui rasa takut dan tentang bentuk seperti apa rasa takut itu bisa di ekspresikan.

Namun, pertanyaan dasar disini bukanlah apa yang umumnya dirasakan oleh pria dan wanita, melainkan apa yang anda (sebagai individu) rasakan secara spesifik. Apakah anda merasa bahwa rasa takut itu telah merusak kemampuan anda untuk menikmati hidup dan mencapai target? Dan dalam bentuk apa rasa takut itu anda ekspresikan?

Bagaimana Cara Anda Mengekspresikan Rasa Takut?

Meski rasa takut hanya dimulai sebagai suatu bentuk emosi, tapi seiring waktu itu bisa menciptakan suatu konsep diri dan gaya kepribadian.

Untuk membantu anda agar lebih memahami bagaimana anda mengekspresikan rasa takut, berikut ini serangkaian quiz yang bisa anda isi dan beri nilai. Hasilnya akan memberikan anda suatu pemahaman yang jelas mengenai cara anda mengekspresikan rasa takut.

Dibagian bawah setelah quiz ini, saya akan menjelaskan 5 cara utama untuk mengekspresikan rasa takut dan bagaimana itu bisa mempengaruhi anda. Berikut ini cara menggunakan quiz:

  • Berdasarkan skala 1 (“Sama sekali bukan diri ku”) sampai 5 (“Itulah aku!”), rating diri anda pada setiap pernyataan menggunakan panduan berikut ini:

Tidak pernah = 1 poin
Jarang = 2 poin
Terkadang = 3 poin
Sering = 4 poin
Selalu = 5 poin

  • Setelah menyelesaikan kelima quiz, hitung skore total untuk setiap quiz.
  • Rangking cara anda mengekspresikan rasa takut sebagai berikut: total skore tertinggi mengindikasikan cara utama anda mengekspresikan rasa takut, skore terbesar berikutnya adalah cara sekunder anda, dan seterusnya.
  • Urutan yang mengindikasikan skore anda memberikan suatu pandangan umum mengenai cara anda mengekspresikan rasa takut.

Diskusi detil dibagian bawah akan membantu anda untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai cara anda mengekspresikan rasa takut.

Quiz #1

  1. Apakah anda merasa enggan untuk meninggalkan zona nyaman, menghindari situasi-situasi yang mungkin menyebabkan anda menjadi stress atau cemas?
  2. Apakah anda merasa kesulitan untuk memulai perbincangan atau berbicara untuk diri sendiri?
  3. Apakah butuh waktu yang lama bagi anda sebelum memberanikan diri untuk berbicara dengan orang lain pada acara-acara sosial?
  4. Apakah anda sadar mengenai sensasi-sensasi pada tubuh anda saat anda berada di dalam situasi-situasi sosial, misalnya detak jantung meningkat atau perut anda terasa mual?
  5. Apakah anda lebih suka tetap diam dari pada berbicara dengan orang lain?
  6. Apakah anda merasa takut melakukan suatu kecerobohan sosial?
  7. Apakah anda menjauh dari aktivitas-aktivitas sosial, lebih banyak mengahabiskan waktu dengan aktivitas pasif, misalnya membaca, menonton TV, atau menggunakan komputer?
  8. Saat ngobrol dengan orang lain, apakah anda kehilangan fokus pembicaraan karena khawatir tentang pandangan orang lain mengenai diri anda?
  9. Apakah anda tidak suka menjadi pusat perhatian?
  10. Apakah anda merasa tidak nyaman saat seseorang memuji anda?
  11. Apakah anda cenderung untuk hidup di dalam kepala dari pada di dalam tubuh anda?
  12. Apakah anda sering percaya bahwa anda “tidak cukup” (mampu, pintar, menarik, dan seterusnya)?

Skore Total: __

Quiz #2

  1. Apakah anda sering merasa tegang atau gelisah mengenai hal-hal yang terjadi dalam hidup anda?

  2. Apakah orang lain terkadang menggambarkan anda sebagai “terlalu tegang”?

  3. Apakah anda merasa sulit untuk rileks, bahkan saat tidak ada yang benar-benar perlu diatasi?

  4. Apakah anda merasa sulit untuk tertidur, tetap tertidur, atau tidur nyenyak di malam hari?

  5. Apakah anda mudah menjadi waspada terhadap suatu kemungkinan masalah?

  6. Apakah hal-hal sepertinya sering tampak lebih sulit dihadapi bagi anda dibanding bagi orang-orang yang anda kenal?

  7. Apakah anda mendapat saran dari orang lain untuk “tenang” atau “jangan khawatir”?

  8. Apakah anda segera menjadi gugup saat terjadi sesuatu yang tidak diharapkan?

  9. Apakah anda sering menggunakan “Ya Tuhan!”?

  10. Apakah anda sering merasa resah saat mendengar laporan berita, cuaca, atau bisnis?

  11. Apakah anda merasakan ketegangan yang berhubungan dengan masalah di dalam tubuh, misalnya sakit perut, pusing-pusing, atau tegang dibahu?

  12. Apakah menurut anda, anda terlalu banyak memikul tanggung jawab?

Skore Total: __

Quiz #3

  1. Apakah penting bagi anda bahwa orang-orang menyukai atau menyetujui anda?

  2. Apakah anda merasa sulit untuk mengatakan “tidak” pada orang-orang saat mereka meminta sesuatu pada anda?

  3. Apakah anda cenderung untuk memberikan prioritas pada kebutuhan orang lain diatas kebutuhan anda sendiri?

  4. Apakah anda lebih suka memikirkan apa yang harus dilakukan dari pada apa yang ingin anda lakukan?

  5. Apakah anda merasa terganggu saat seseorang merasa tidak suka pada anda?

  6. Apakah anda mencari persetujuan, petunjuk, atau konfirmasi dari orang lain sebelum melakukan apa yang ingin anda lakukan?

  7. Apakah anda merasa kesulitan untuk mengambil keputusan sendiri?

  8. Apakah anda mudah dipengaruhi oleh opini orang lain, mengubah sudut pandang anda saat seseorang tidak setuju dengan anda?

  9. Apakah anda mudah terintimidasi oleh suatu suara marah atau pandangan yang tidak setuju?

  10. Apakah anda enggan untuk berbicara, merasa takut bahwa seseorang mungkin tidak setuju atau tidak suka dengan apa yang anda katakan?

  11. Apakah anda mencoba untuk menekan perasaan marah sehingga tidak membuat suasana memanas dan menjaga agar semuanya tetap tenang?

  12. Apakah anda sering menuruti kemauan orang lain, lalu merasa terluka atau marah sesudahnya karena opini anda tidak dihiraukan?

Skore Total: __

Quiz #4

  1. Apakah orang-orang akan terkejut saat mengetahui tentang apa yang mendasari rasa takut anda?

  2. Apakah anda menjadi mudah marah atau argumentative dengan orang lain sebagai suatu cara untuk lari dari perasaan tidak nyaman anda sendiri?

  3. Apakah orang lain menganggap anda sebagai orang yang kaku, yang selalu ingin semuanya sesuai keinginan anda?

  4. Apakah anda merasa kesulitan untuk bertanya pada orang lain, takut dianggap tidak kompeten?

  5. Apakah terkadang anda membual tentang tidak takut terhadap apapun?

  6. Apakah anda merasa terlalu kaku atau menentang dibanding yang anda inginkan?

  7. Apakah anda ingin bisa lebih santai dan menikmati hidup?

  8. Apakah terkadang anda berpikir bahwa dibalik kemarahan anda, anda banyak menyimpan rasa takut?

  9. Apakah anda cenderung menjadi sarkastis atau sinis terhadap orang-orang dari pada berbicara secara langsung pada mereka mengenai apa yang mengganggu anda?

  10. Apakah anda melindungi diri dengan berakting seolah-olah  suatu serangan yang baik adalah pertahanan yang terbaik?

  11. Apakah anda menganggap rasa takut orang lain itu sebagai indikasi kelemahan atau kekurangan dalam karakternya?

  12. Apakah anda memandang diri sebagai keras diluar, tapi lembut di dalam?

Skore Total: __

Perankingan dan Penaksiran Quiz

Sekarang anda sudah menyelesaikan quiz, masukkan skore total untuk setiap quiz:

Skore untuk Quiz #1—Mengekspresikan takut dengan cara malu: ___
Skore untuk Quiz #2—Mengekspresikan takut dengan cara waspada: ___
Skore untuk Quiz #3—Mengekspresikan takut dengan cara patuh: ___
Skore untuk Quiz #4—Mengekspresikan takut dengan cara macho: ___
Skore untuk Quiz #5—Mengekspresikan takut dengan cara mengontrol: ___

Sekarang rangking cara anda mengekspresikan rasa takut. Jadikan total skore tertinggi sebagai cara utama anda mengekspresikan rasa takut, skore tertinggi berikutnya adalah cara sekunder, dan seterusnya.

Cara mengekspresikan rasa takut yang tertinggi pertama: ________
Cara mengekspresikan rasa takut yang tertinggi kedua: ________
Cara mengekspresikan rasa takut yang tertinggi ketiga: ________
Cara mengekspresikan rasa takut yang tertinggi keempat: ________
Cara mengekspresikan rasa takut yang tertinggi kelima: ________

Saat anda menganalisa ulang hasil-hasil anda, harap di ingat hal-hal berikut ini:

  • Ingat bahwa latihan ini menyediakan tinjauan umum mengenai cara anda mengekspresikan rasa takut; ini bukanlah suatu test resmi, empiris. Tujuan disini adalah untuk mendapat suatu cara mengatasi bagaimana rasa takut berkontribusi terhadap gaya kepribadian anda.
  • Semua orang yang mengikuti quiz ini akan memberikan skore pada setiap pernyataan. Kemungkinan skore terendah pada setiap quiz adalah 12 poin; tertinggi adalah 60. Tapi, skore 12 akan menjadi tidak mungkin, karena itu berarti bahwa anda counterphobic, atau cenderung untuk merespon pada situasi tanpa rasa takut sama sekali. Skore ideal akan berada dipertengahan (20-40), yang menyiratkan rasa takut yang relatif ringan dan wajar terhadap masalah-masalah yang di diskusikan.

5 Cara Mengekspresikan Rasa Takut

Sekarang anda sudah tahu cara apa yang paling dominan anda gunakan untuk mengekspresikan rasa takut dalam hidup anda, berarti sudah waktunya untuk belajar tentang masing-masing jenis kepribadian spesifik.

Harap di ingat bahwa cara-cara mengekspresikan rasa takut ini bukanlah entity yang saling terpisah; kelimanya memiliki kesamaan dalam beberapa fitur penting, dan adalah mungkin bagi seseorang untuk mendapat skore yang tinggi pada lebih dari satu cara.

Namun, orang yang takut umumnya cenderung untuk memiliki suatu cara yang dominan, yang mempengaruhi mereka secara fisik, emosional dan intelektual. Perlu di ingat juga bahwa lima cara mengekspresikan rasa takut yang digambarkan disini bukanlah diagnosa medis, melainkan pola-pola kehidupan.

Agar bisa mempelajari cara mengatasi rasa takut, anda akan mendapatkan manfaat dari mengetahui bagaimana dan dalam situasi apa rasa takut anda terpicu. Berikut ini suatu gambaran umum mengenai lima cara mengekspresikan rasa takut:

1. Malu

Orang yang menggunakan cara ini cenderung untuk menunjukkan perilaku yang pasif, terhambat, terbatas. Orang yang pemalu sering menggunakan motto “Aku merasa tidak aman atau nyaman dengan orang lain.” Rasa takut ini diwujudkan dengan:

  • Suatu pikiran takut
  • Suara yang sunyi
  • Aksi-aksi yang terbatas
  • Tubuh yang diam
  • Hubungan-hubungan yang tercadang

Gerard—Seorang Pria yang Pendiam

Gerard, 44 tahun, adalah seorang programer komputer yang telah bergulat dengan rasa malu di sepanjang hidupnya. Rasa takutnya yang dominan adalah takut terhadap pertemuan-pertemuan akrab, baik secara perseorangan maupun dalam suatu acara yang besar.

Meski sangat sadar akan kesulitan yang selalu dihadapinya, tapi Gerard tetap tidak mampu menghilangkan berbagai keraguan dan rasa malu yang mendasari ketakutannya.

“Aku tahu aku harus menyingkirkan rasa takut ku agar bisa mengambil aksi,” dia mengakui, “tapi aku biasanya menundanya atau sama sekali menghindari situasi tersebut sampai aku tidak punya pilihan lain.”

Peperangannya dengan rasa takut telah berkontribusi terhadap banyak masalah, termasuk rusaknya pernikahannya dan berbagai kepahitan yang menyertainya.

“Setelah aku bercerai, aku hanya duduk di rumah setiap malam dan tidak melakukan apapun. Aku sungguh bodoh. Aku kesepian dan sendirian tapi merasa terlalu takut untuk melakukan apapun. Malahan, aku hanya terobsesi mengenai apa yang salah, mengutuk diri ku, dan membayangkan hal-hal mengerikan yang dikatakan orang mengenai diri ku.”

2. Waspada

Orang yang menggunakan cara ini menunjukkan sikap gugup, gelisah, terlalu responsif dan resah. Motto yang digunakannya adalah “Aku merasa gugup dan khawatir tentang begitu banyak hal.” Orang ini mengekspresikan rasa takutnya dengan:

  • Suatu pikiran yang waspada
  • Suara yang histeris
  • Aksi-aksi yang gelisah
  • Tubuh yang hiperaktif
  • Hubungan yang heboh

Sharon—Gugup dan Tegang

Sharon, seorang ibu yang berusia 38 tahun dan seorang pekerja sosial paruh waktu, adalah seseorang yang sangat perhatian pada semua orang disekitarnya, tapi dia membuat sesuatu yang berpotensi membawa kebaikan ini menjadi suatu kesalahan.

“Aku rasa aku berasumsi bertanggung jawab terhadap lebih banyak hal dibanding yang seharusnya,” Sharon mengakui, “tapi aku takut untuk membuang berbagai keprihatinan ku. Aku mengkhatirkan tentang apa yang akan terjadi jika aku melakukannya.”

Misalnya, dia selalu menjemput anak-anaknya saat pulang sekolah meski saat ini anak-anaknya sudah berusia 12 dan 10 tahun, usia dimana banyak orang tua yang membiarkan anak-anaknya untuk berjalan pulang sendiri atau dengan teman-temannya.

Sharon beralasan: “Meski kami tinggal di lingkungan yang aman, tapi anda tidak akan pernah menjadi terlalu berhati-hati. Anda tidak akan tahu apa yang mungkin terjadi. Suami saya mengatakan saya overprotective dan seharusnya sedikit longgar. Mudah bagi dia untuk mengatakannya tapi tidak mudah bagi saya untuk melakukannya.”

Selain itu, Sharon sering merasa sangat kelelahan karena selalu tergesa-gesa, mengerjakan berbagai kewajiban yang real maupun imajinasi. Dia sendiri sadar bahwa dia perlu menenangkan diri, mengerjakan semuanya dengan tenang, dan membiarkan sebagian hal untuk berkembang tanpa usaha terus menerus dari dia untuk mengaturnya.

Tapi dia merasa kesulitan untuk melakukan itu, “Aku tidak tahu bagaimana cara untuk rileks,” dia mengakui. “Aku merasa kesulitan untuk tertidur—Aku selalu memikirkan tentang masalah-masalah yang mungkin akan muncul dan semua tanggung jawab yang perlu aku tanggulangi.”

3. Patuh

Orang yang patuh itu suka bergantung, ragu-ragu, plin-plan, dan mudah di intimidasi. Orang yang patuh menggunakan motto “Aku hancur jika seseorang tidak setuju dengan ku.” Rasa takutnya diekspresikan dengan:

  • Pikiran yang tidak yakin
  • Suara yang ragu
  • Aksi-aksi yang menghasilkan
  • Tubuh yang berhati-hati
  • Hubungan yang penuh hormat

Doris—Seorang Anak yang Berbakti

Sepanjang hidupnya, Doris, seorang ibu rumah tangga yang berusia 44 tahun, telah tenggelam dalam keraguan. Dalam keluarga dimana dia berasal, dia adalah seorang stereotipikal “anak baik,” yang selalu siap untuk menyenangkan orang lain dan membuat orang tuanya bangga.

Sebagian aspek dari kepribadiannya adalah suatu respon layak terhadap situasi keluarga, yaitu: Ayah doris jarang berada di rumah, dan ibunya sangat kerepotan mengurusi adik-adiknya.

“Aku tahu bahwa ibu membutuhkan aku untuk bisa mengurusi diri ku sendiri,” Doris menjelaskan. “Jadi, untuk itu, aku berpura-pura selalu baik-baik saja—bahkan saat aku merasa sangat takut atau marah atau kebingungan.”

Meski reaksinya bisa dipahami, tapi itu tetap memiliki dampak-dampak yang meragukan. Doris merasa bahwa kewajibannya dalam hidup adalah “Aku bukan cuma khawatir tentang apa yang dipikirkan orang lain, aku bahkan tidak tahu pasti apa yang aku pikirkan. Aku takut untuk memiliki opini ku sendiri. Aku ragu untuk mengambil keputusan. Aku bekerja keras untuk mendapatkan persetujuan dari orang lain.”

4. Macho

Secara kontras, orang macho itu keras dan agresif diluar tapi takut di dalam. Orang yang macho akan membual untuk mengintimidasi, menunjukkan rasa takut hanya saat seseorang menentangnya.

Sikap khasnya adalah “Aku tidak akan menunjukkan pada siapapun—termasuk diri ku—bahwa aku takut.” Rasa takut ini diwujudkan dengan:

  • Suatu pemikiran yang tidak fleksibel
  • Suara yang kasar
  • Aksi-aksi yang berlawanan
  • Tubuh yang kaku
  • Hubungan yang kaku

Rob—Pria Macho

Rob, seorang polisi berusia 28 tahun adalah contoh klasik dari orang macho. Sering digambarkan sebagai “polisi yang tidak takut terhadap apapun,” dia bangga akan reputasinya dan menganggapnya sebagai asset personal dan profesional.

“Tidak ada yang berani macam-macam dengan ku,” Rob membual. “Jika mereka macam-macam, mereka akan menyesal.” Di saat yang sama, secara tertutup dia mengakui bahwa imaje machonya tidak sama dengan apa yang dia rasakan di dalam.

“Dalam realitas, aku seringkali merasa takut. Aku berharap aku sama beraninya seperti apa yang orang kira mengenai diri ku, tapi sebagian besar aku menghindari rasa takut, karena itu lebih mudah untuk dilakukannya. Dari saat aku masih kecil, aku belajar untuk menyembunyikan rasa takut ku dengan baik. Aku tumbuh di lingkungan yang keras di mana aku belajar untuk 'menghadapinya layaknya seorang pria.' Tidak masalah apakah jantung anda berdetak kencang atau urat syaraf anda menegang sampai hampir putus. Hal terburuk yang bisa anda lakukan adalah menjadi seorang pengecut.”

5. Pengontrol

Terakhir, orang yang suka mengontrol itu kompulsif, suka memaksa, dan kritis. “Sungguh membuat ku gila jika hal-hal tidak dilakukan sebagaimana seharusnya” adalah motto dari seorang pengontrol. Dengan mempertahankan suatu pehamaman yang ketat mengenai aturan akan meminimalkan hal-hal yang tak terduga, yang akhirnya meminimalkan rasa takut. Attribut lainnya yaitu:

  • Pemikiran yang kritis
  • Suara yang menuntut
  • Aksi-aksi yang mendorong
  • Tubuh yang tegang
  • Hubungan yang mendominasi

Janice—Karena Aku Mengatakannya Begitu

Janice, yang berusia 34 tahun, single, dan seorang eksekutif humas, adalah seseorang yang suka mengontrol. Dia bangga akan pencapaian profesionalnya dan selalu bekerja keras, seringkali sampai malam.

Tapi, Janice bukan cuma memaksakan dirinya, dia juga memaksa orang-orang disekitarnya. Para bawahannya (bahkan rekan-rekannya) memberinya gelar sebagai si pemberi tugas yang galak.

Sikapnya yang pengontrol telah merusak bukan cuma hubungan kerjanya; kecenderungan untuk mendominasi orang lain ini juga telah merusak hubungan cintanya.

“Saat kekasaih ku mencampakkan aku tahun lalu,” Janice menjelaskan, “dia mengatakan bahwa dia sudah tidak tahan lagi dengan kritikan dan sikap ku yang suka mengontrol. Aku sangat kaget. Aku kira dia tidak cukup baik untuk ku—tapi ternyata dia malah mencampakkan aku. Aku hampir tidak bisa percaya!”

Guncangan karena kehilangan ini mengilhami Janice untuk mengikuti terapi kelompok. Yang membuatnya heran, dia mendapat masukan yang mengkonfirmasi persepsi kekasihnya mengenai sifatnya yang suka mengontrol.

Janice mencoba untuk membela diri: “Orang-orang tidak mengerti bahwa aku punya banyak ketakutan. Kecuali hal-hal dilakukan seperti yang aku anggap terbaik, aku merasa tidak berdaya dan kewalahan. Dengan menjadi pengontrol membuat ku merasa lebih aman. Tapi sekarang aku hidup sendirian, aku menderita. Kedengarannya menyakitkan untuk dikatakan, tapi tanpa seseorang untuk dikontrol, hidup ku sepertinya tidak berarti.”

Takut—Sebuah Pola yang Bisa Anda Ubah

Nah, sekarang anda sudah mengidentifikasi cara anda mengekspresikan rasa takut, berarti anda sudah mengambil suatu langkah yang besar, yaitu mengakui sikap dan pola tingkah laku dalam cahaya yang terang. Selanjutnya apa?

Langkah selanjutnya adalah mengembangkan skill-skill yang akan membebaskan anda dari ikatan-ikatan rasa takut. Berikan diri anda pujian, karena anda sedang berada dijalan untuk mempelajari cara menjalani hidup yang lebih bebas, kehidupan yang lebih penuh dengan petualangan.

Tapi, pertama-tama, mari kita pelajari dulu bagaimana suatu gaya hidup yang penuh rasa takut dimulai.